Semarang, Justisia.com – Ketimpangan merupakan isu yang kompleks, melibatkan banyak aspek kehidupan dan banyak pihak. Ketimpangan bersumber dari adanya pengabaian negara terhadap apa yang seharusnya diberikan kepada rakyat, sekaligus adanya pengambilan paksa oleh negara terhadap apa yang seharusnya dinikmati rakyat.
Berangkat dari situasi tersebut, Fight Inequality Alliance Indonesia mengadakan Pelatihan Melawan Ketimpangan dan Krisis Sosial-Ekologis. Acara tersebut berlangsung selama 18-19 Desember 2024, yang bertempat di Puskat Kampung Media, Jl. Sembada No.176-D, Jaban, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, DIY.
Laksmi salah satu pemateri mengatakan, ketika diluar sana air begitu mudah didapatkan bahkan dibuang-buang, namun dibeberapa daerah begitu susah mendapatkannya dan berpengaruh pada kehidupan terlebih perempuan.
“Kita juga dihadapkan pada persoalan air bersih, itu betul-betul mematikan hak kita terutama perempuan dan petani, sehingga pernah ketika perempuan haid harus membeli air kemasan terlebih dahulu,” kata Laksmi pada Rabu, (18/12).
Acara tersebut ikut serta dihadiri dari berbagai lembaga dan masyarakat terdampak, salah satunya LBH Semarang, IRGSC, Pasraman air, SP Kinasih, Forum Cik Ditiro, Jaringan Jaga Demokrasi, Nelayan Gunungkidul, Warga Terdampak dari Rawa Pening, Wadas Melawan.
Tidak hanya persoalan agraria saja, ketimpangan ekonomi begitu sangat terlihat jika keadaan ekonomi masyarakat dibandingkan dengan kekayaan para investor ataupun tokoh politisi di Indonesia.
“Kekayaan 50 orang terkaya Indonesia setara dengan 50 Juta orang Indonesia, kita butuh satu abad untuk menyaingi kekayaan para triliunan itu,” ucap Dayat pemateri dari Celios.
Adapun strategi perusahaan besar mengurangi kewajiban pajak yaitu: pengalihan laba, penggunaan struktur perusahaan internasional, penggunaan utang, pemanfaatan kredit pajak, manipulasi laporan keuangan.
Penulis: Dimas Saputra
Red/Ed: Redaksi