Justisia.com – Salam (Santri Alam) Institute Gelar Sekolah Paralegal Hukum Agraria, menanggapi maraknya konflik agraria yang ada di Indonesia. Kegiatan Sekolah Hukum berbasis Agraria ini dilaksanakan pada 18-30 Maret 2022, (30/03).
Dalam kegiatan ini, Salam Institute menggandeng Sejogyo Institute, YLBHI, LBH Bandung, Trend Asia, Greenpeace, dan ARC untuk mendampingi dalam penyampaian materi para peserta Sekolah Paralegal Hukum Agraria.
Kegiatan SPHA yang merupakan kegiatan pertama yang diselenggarakan SALAM Institute terkait dengan keparalegalan. Acara ini diawali dengan materi-materi pengantar Hukum dan Agraria kemudian dilanjutkan dengan Investigasi lapangan di daerah-daerah yang ditentukan.
Syatori sebagai Fasilitator acara menjelaskan bahwa acara keparalegalan ini merupakan acara pertama dari SALAM Institute dan dapat dilanjutkan dengan sekolah-sekolah berikutnya.
“Secara umum kita ingin memberikan bekal kepada semua tentang keilmuan paralegal, teknik paralegal seperti apa. Paralegal yang berbasis hukum Agraria,” tuturnya.
Ia juga menerangkan bahwa semua orang pasti pernah dan akan mengalami persoalan agraria, maka bagaimana mempelajari investigasi dan lain-lain dalam persoalan hukum dalam dalam hal ini akan menjadi begitu penting untuk bisa dipahami mahasiswa sebagai aktor penggerak utama.
“Harapannya, yang jelas pasti apa yang sudah teman-teman dapatkan bisa dikuatkan lagi dikembangkan oleh teman-teman sesuai dengan basisnya. Entah melalui diskusi-diskusi di dalam kampus maupun pengembangan di daerah tempat tinggal masing-masing,” ujar Wakil Dekan 3 Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati.
Dalam paparanya Syatori menegaskan pasti ada persoalan agraria yang muncul di daerah masing-masing. Paling tidak kawan-kawan yang mengikuti SPHA ini bisa bergerak paling kecil di desanya. Terutama desa yang merasa terasing.
“Sebagian besar mahasiswa tidak tahu apa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di tanah kelahirannya. Merasa asing dengan permasalahan sosial kerakyatan yang ada di sana. Mereka beranggapan bahwa problematika yang ada di kampus adalah hal nyata, padahal pada dasarnya itu ngawang-ngawang atau semu,” Terangnya.
Dia juga memberikan penjelasan jika semua pemuda bergerak di kampungnya, maka akan tercerahkan kampung itu secara sendiri. Misal 40 pemuda bergerak membuat perubahan ada 40 desa yang berubah. Dan apabila semua pemuda seperti itu Indonesia akan berubah menjadi yang lebih baik.
Di akhir Syatori menyampaikan bahwa SPHA ini adalah sebuah awal dari Salam Institute mengawal masyarakat-masyarakat terdampak pada Investigasi lapangan lalu. Dan semoga sebagai awalan untuk para peserta untuk memberikan perubahan di tempat masing-masing. [Ed/Red. IrchamM]