
Foto: David/Justisia
Semarang, Justisia.com – Kampus UIN Walisongo dipenuhi isak tangis dan doa, mahasiswa serta mahasiswi berkumpul untuk melaksanakan salat gaib dan doa bersama yangmana sebagian dari rangkaian kegiatan Aksi Solidaritas Doa Bersama dan Tabur Bunga demi mengenang para korban tragedi KKN di Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal. Bertempat di Landmark pada Rabu, (5/11).
Suasana yang semula hening berubah haru ketika sesi silent moment dimulai. Kerabat dan sahabat para korban menyampaikan kisah terakhir sebelum kepergian mereka.
Sindi Auliya, teman kost sekaligus sahabat dekat salah satu korban, Riska Amalia, mengenang Riska sebagai pribadi yang ceria, mudah bergaul, dan selalu membawa keceriaan di lingkungan tempat tinggalnya.
“Kebetulan saya bukan satu prodi, tapi kami satu kost dan sangat dekat. Dia orangnya ceria, suka tiba-tiba masuk kamar sambil bercanda. Waktu dengar kabar dari teman-teman KKN, saya langsung punya firasat buruk karena dia KKN di Getas dan memang suka hal-hal baru,” tutur Sindi.
Sindi menambahkan, hingga kini dirinya dan teman-teman sekost masih belum percaya atas kepergian Riska yang begitu mendadak. Ia juga menceritakan bahwa almarhumah merupakan anak tunggal yang menjadi harapan besar bagi ibunya.
“Riska sering bercerita tentang keluarganya. Ia anak satu-satunya, harapan uminya. Ayahnya sudah lama tidak bertanggung jawab, sehingga uminya sangat berharap ia bisa menjadi sarjana. Tapi mungkin Allah lebih sayang, dan memberi tempat terbaik untuk orang sebaik dia. Semoga beliau husnul khatimah,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Selain Sindi, Nina sahabat dekat korban bernama Nabila juga mengenang kebersamaan mereka sejak masa Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Nabila itu sosok kakak bagi saya. Sebelum kepergiannya, kami sempat berkomunikasi. Saya bahkan sempat bilang akan berkunjung ke kost-nya, dan ternyata saya datang justru ketika dia sudah tidak ada,” kenang Nina.
Suasana silent moment semakin pilu ketika salah satu mahasiswa yang turut hadir di lokasi kejadian menceritakan kronologi singkat peristiwa. Ia juga mengisahkan adanya firasat sebelum musibah terjadi.
“Hal yang sangat membekas bagi saya, malam sebelum kejadian, Gus Labib bersama teman-temannya sempat membaca kitab yang membahas tentang bab kematian. Tanpa disadari, esoknya takdir itu benar-benar datang kepada mereka,” ujarnya.
Malam itu menjadi pengingat bagi seluruh civitas akademika UIN Walisongo tentang rapuhnya kehidupan dan pentingnya kebersamaan dalam doa.
Penulis: Desty
Red/Ed: Redaktur