
Semarang, Justisia.com – Para Petani yang tergabung dalam Persatuan Gerakan Rakyat Tani Jawa Tengah (PAGAR-TANI) menggelar aksi unjuk rasa dari depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah. Aksi ini merupakan bentuk protes dan kekecewaan para petani terhadap pemerintah, setelah mereka dipaksa menjual tanah pertanian yang kemudian dialihfungsikan menjadi lahan industri dan pertambangan. Senin, (17/11).
Pada aksi ini menegaskan bahwa negara belum sepenuhnya memberikan jaminan keadilan bagi warganya termasuk para petani. Mereka yang berwenang menggunakan intimidasi, penganiyayaan bahkan kekerasan terhadap warga yang menolak menjual tanahnya.
Aksi ini juga menjadi ruang bagi para petani untuk menyampaikan aspirasi, tuntutan, serta permohonan mereka. Dalam aksi tersebut, lima perwakilan petani melakukan perundingan dengan Kasubdit . Pertemuan itu bertujuan menghentikan proses kriminalisasi terhadap petani yang dituduh dengan tuduhan tidak masuk akal.
Para petani mengatakan bahwa keberadaan mereka sangat penting bagi kehidupan nasional. Jika lahan pertanian terus dialihfungsikan, maka akan terjadi krisis pangan yang dapat memicu kerusuhan sosial.
“Tidak ada kedaulatan negara tanpa kedaulatan pangan. Pangan berada di tangan petani, jadi dapat dikatakan bahwa petani adalah tuan negara karena mereka penopang ketahanan pangan,” ujar Trisminah, petani dari Sukorejo, Kendal.
Ia berharap pemerintah merespons tuntutan yang telah di sampaikan pada aksi tersebut.
“Mudah-mudahan surat kami diterima dan dikabulkan, terutama permohonan untuk menghentikan kriminalisasi terhadap beberapa petani,” tambahnya.
Petani merupakan pilar atau pusat ketahanan pangan, sehingga sudah sewajarnya pemerintah melindungi dalam hal perlindungan lahan pertanian.
Penulis : Gibral
Red/Ed : Editor