
Wakil Rektor I Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Mukshin Jamil, di kantornya, Semarang, Rabu (23/4).
Semarang, Justisia.com – Mukhsin Jamil selaku Wakil Rektor I Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang akhirnya buka suara, soal acara diskusi yang dilakukan oleh mahasiswanya yaitu Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW) dan Forum Teori dan Praksis Sosial (FTPS) yang didatangi oleh aparat TNI.
Peristiwa tersebut terjadi pada awal pekan lalu, tepatnya pada Senin, (14/4).
Informasi dihimpun detikJateng, Mukhsin Jamil mulanya heran dengan datangnya anggota TNI untuk mendata peserta diskusi mahasiswa di kampusnya. Namun, Mukhsin tak keberatan bila anggota TNI datang dalam acara diskusi mahasiswa, asal mereka juga datang untuk ikut berdiskusi.
“Respon kita pertama kali kaget, karena loh kok kayak zaman dulu lagi? Sebenarnya kita nggak masalah mau tentara atau polisi datang, asal dalam rangka berdiskusi, tidak untuk mengintimidasi mahasiswa,” kata Wakil Rektor I pada Rabu, (23/4).
Ia pun mempertanyakan urgensinya, terkait adanya personel TNI yang diduga meminta data mahasiswa. Menurut Mukhsin Jamil tak ada yang salah dari diskusi mahasiswa yang mengantisipasi kemungkinan kembalinya situasi Orde Baru di negara.
“Apa urgensinya meminta data diri mahasiswa dan pentingnya apa mempersoalkan diskusi itu? Saya kira diskusi apapun, kebetulan temanya tentang militerisme, setiap anak bangsa wajar merespons dengan cara mereka sendiri,” tegasnya.
Namun, pihak kampus belum menerima klarifikasi resmi dari TNI hingga saat ini. Meski begitu, diskusi informal di tingkat pimpinan sudah mulai dilakukan untuk menindaklanjuti isu ini.
“Aspeknya adalah memastikan ke depan kita jamin kebebasan berakademik. Kalau yang terkait kemahasiswaan, nanti ada klarifikasi baik di dalam kampus, terutama oleh mahasiswa, maupun klarifikasi melalui pihak terkait,” kata Mukhsin.
“(TNI bilang tak ada intervensi) Mudah-mudahan betul. Tapi selalu saja kewaspadaan itu kan muncul di tengah pembicaraan UU TNI, dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi TNI,” imbuh dia.
Mukhsin mengatakan diskusi tersebut adalah hal yang wajar, karena kampus adalah ruang yang dijamin undang-undang untuk menjadi tempat berkembangnya nalar kritis dan kebebasan berpikir.
Setelah tim redakdi Justisia mendapatkan tanggapan langsung dari Mukhsin Jamil, ia hanya menyarankan untuk tenang saja dan berkegiatan seperti biasa.
“Teman-teman tenang saja, kegiatan seperti biasa,” ucapnya kepada tim redaksi Justisia saat wawancara via WhatsApp.
Ia juga menambahkan, untuk membiarkan terlebih dahulu karena Mukhsin mendapati perbedaan yang disampaikan Kodam Diponegoro dengan yang dilakukan Bintara Pembina Desa (Babinsa).
“Omongan atasan sama tindakan bawahannya beda, biarin dulu,” pungkasnya.
Penulis: Redaksi Justisia
Red/Ed: Redaktur