
Foto: Dok. Istimewa
Semarang, Justisia.com – Pemerintah dan DPR tengah mendorong percepatan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang akan menggantikan KUHAP 1981. Namun, alih-alih menjadi instrumen pembaruan hukum yang demokratis dan berorientasi pada hak asasi manusia, draf RKUHAP justru memuat banyak pasal bermasalah yang berpotensi menjadi alat represi.
Hasil kajian Koalisi Masyarakat Sipil dan Lokataru Foundation menemukan 15 isu utama dalam RKUHAP yang mengancam prinsip-prinsip perlindungan HAM, demokrasi prosedural, dan keadilan substantif. Mulai dari lemahnya kontrol terhadap aparat penegak hukum, dominasi institusional dalam penyidikan, hingga pengabaian terhadap perlindungan kelompok rentan.
Mengenai hal tersebut, masyarakat sipil Kota Semarang mengadakan konsolidasi yang diadakan di kampus Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang pada Rabu, (23/7).
Adapun isi dari pernyataan sikap masyarakat sipil Kota Semarang sebagai berikut:
- Menolak pengesahan RKUHAP
- Merombak tim perumus RKUHAP yang terbukti tidak bisa mengakomodir kepentingan rakyat dan prinsip-prinsip HAM dalam RKUHAP
- Membahas ulang RKUHAP secara partisipatif, mendalam dan berdasarkan kajian akademik yang kuat
- Mengakomodir substansi dan masukan yang telah diberikan oleh warga sipil
Penulis: Redaksi Justisia
Red/Ed: Redaktur