
Jakarta, Justisia.com – Sebanyak 20 petani dan pejuang lingkungan hidup dari Jawa Tengah yang tergabung dalam Pagar Tani pada 26 November 2025 resmi melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap petani Dayunan, Kendal, serta pejuang lingkungan Sumberrejo, Jepara, kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup. Langkah ini diambil karena warga menilai aparat penegak hukum dan pemerintah daerah gagal melindungi hak-hak mereka sebagai warga negara.
Penolakan Tambang Sumberrejo Berujung Penyidikan
Kasus pertama terjadi di Desa Sumberrejo, Jepara, yang sejak Januari 2025 menolak rencana pembukaan tambang baru oleh perusahaan CV Senggol Mekar GS.MD. Penolakan dilakukan melalui laporan ke DLH Jepara, audiensi dengan Pemkab Jepara, laporan ke DLHK Provinsi Jawa Tengah, hingga aksi demonstrasi. Namun, alih-alih mendapatkan perlindungan, tiga warga justru ditetapkan sebagai terperiksa dalam proses penyidikan dengan tuduhan Pasal 170 KUHP, 351 KUHP, Pasal 192 ayat (1) KUHP, dan/atau Pasal 162 UU No. 2 Tahun 2025.
Warga menegaskan bahwa pembukaan tambang akan mengancam empat sumber mata air serta meningkatkan risiko kekeringan, banjir lumpur, dan longsor—kejadian-kejadian yang sebelumnya pernah dirasakan masyarakat akibat aktivitas tambang di Gunung Mrico. Selain itu, warga menduga adanya pemalsuan dokumen perizinan dalam proses tersebut. Karena itu mereka melaporkan kasus ini kepada Gakkum KLHK.
Petani Dayunan Hadapi Laporan Pidana dari PT Soekarli
Kasus kedua menimpa dua petani Dayunan, Kendal, yang dilaporkan ke Polda Jawa Tengah oleh kuasa hukum PT Soekarli atas tuduhan penyerobotan lahan dan pencurian hasil panen. Pagar Tani menyebut laporan ini sebagai bentuk pembungkaman, mengingat lahan yang dipersoalkan sebenarnya merupakan lahan redistribusi tahun 1960 yang status sertifikatnya masih atas nama warga Dayunan, sesuai surat Kantor Pertanahan Kendal tahun 2014.
Petani mulai kembali menggarap tanah tersebut sejak 2014 dengan menanam kopi, cengkeh, tembakau, dan cabai yang menjadi sumber penghidupan mereka. Pemerintah Kabupaten Kendal bahkan telah menginisiasi Tim Penyelesaian Konflik Agraria pada September 2025, sehingga menurut warga kasus ini seharusnya masuk ranah hukum perdata, bukan pidana.
Deretan Kasus Kriminalisasi di Jawa Tengah Sepanjang 2025
Pagar Tani mencatat bahwa kriminalisasi terhadap warga bukan hanya terjadi di Jepara dan Kendal. Sepanjang Mei-Agustus 2025, dua petani Pundenrejo Pati dan 15 warga sipil yang melakukan aksi demonstrasi juga ditetapkan sebagai tersangka. Totalnya, terdapat setidaknya enam petani dan 15 warga yang berhadapan dengan proses hukum setelah menyuarakan penolakan terhadap proyek maupun kebijakan tertentu.
Dasar Hukum dan Desakan Kepada Pemerintah
Warga Sumberrejo dan Dayunan mengacu pada Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Pasal 9 UU HAM, serta Pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) sebagai dasar perlindungan perjuangan mereka terhadap lingkungan hidup dan tanah. Mereka menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga dari ancaman dan pengambilalihan ruang hidup.
Dalam laporan yang disampaikan ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Gakkum KLHK, warga menuntut:
- Polda Jawa Tengah, Polres Jepara, dan Polres Kendal menghentikan penyidikan dan menerbitkan SP3.
- Perlindungan hukum untuk pejuang lingkungan Sumberrejo dan petani Dayunan.
- Evaluasi dan pencabutan izin pertambangan CV Senggol Mekar GS.MD.
Penulis : Tim Redaksi Justisia
Red/Ed : Editor