
Semarang, Justisia.com – Kriminalisasi terhadap para petani di Jawa Tengah yang sedang memperjuangkan hak atas tanahnya menjadikan negara terkesan mengabaikan kewajiban konstitusional untuk menjamin hak asasi manusia, termasuk hak atas tanah dan lingkungan hidup. Senin, (17/11).
Para petani melakukan unjuk rasa di Polda Jawa Tengah sebagai bentuk protes terhadap rekan mereka yang terkena kriminalisasi karena memperjuangkan hak atas lingkungan.
Menurut Abdul salah satu warga yang mengikuti aksi, bentuk kriminalisasi yang dialami masyarakat sangat beragam. Misalnya di Pati, warga mengaku beberapa kali didatangi kelompok orang tidak dikenal dalam jumlah besar.
“Kalau yang di Bumirejo, Pati, sudah berhadapan berkali-kali dengan orang-orang tidak dikenal, ratusan gitu ya. Yang itu justru menakut-nakuti warga,” ucap Abdul ketika diwawancarai.
Bahkan, dampak dari kriminalisasi itu sendiri terhadap petani jauh lebih besar dari pada sekedar proses hukum. Tindakan itu dinilai sebagai pola yang dilakukan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan warga seperti di konflik agraria, lingkungan, maupun pertambangan.
“Tujuannya, langkah itu bukan untuk memenangkan di pengadilan, tetapi untuk melemahkan gerakan warga. Ketika warga tidak mau lagi berjuang dan beraktivitas, tambang bisa kembali jalan, dan perusahaan-perusahaan yang merampas tanah rakyat bisa dengan mudah menguasai tanah masyarakat,” ujar Abdul.
Dalam video orasinya, Ibu Trisminah, salah satu petani dari Sukorejo, Kendal, menyampaikan bahwa petani adalah tuannya negara karena petani memiliki peran dalam ketahanan pangan.
“Tidak ada kedaulatan negara tanpa kedaulatan pangan,” ucap Trisminah saat berorasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.
Hingga kini, para petani masih menantikan respons dan langkah nyata dari pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi serta menyelesaikan persoalan agraria dan lingkungan yang terus membayangi kehidupan mereka.
Penulis : Ardha
Red/Ed : Editor