Ketupat Sumpil; Menu Utama Lebaran Masyarakat Purworejo

Doc/ Cookpad
Menjadi ciri masyarakat Indonesia, menyuguhkan ketupat berikut aneka macam lauknya menjadi menu utama saat hari raya Idul Fitri. Namun ada yang berbeda di Purworejo, ketupat yang disuguhkan saat hari raya bukan sekedar ketupat biasa. Ketupat Sumpil, menu utama hari raya yang menjelma menjadi tradisi bagi masyarakat Purworejo.
Semarang, Justisia.com – Salah satu pemuda Loano, Purworejo, Razan Syadida mengungkapkan makanan Ketupat Sumpil dianggap istimewa bagi sebagian besar masyarakat Purworejo.
“Ketupat sumpil dianggap istimewa karena hanya ada saat lebaran yang berarti hanya sekali dalam setahun,” ungkap Razan.
Segi penampilan Ketupat Sumpil, memiliki ciri khas yang berbeda dari ketupat biasanya. Jika ketupat pada umumnya dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda (janur), berbentuk bujur sangkar dengan ukuran kepalan tangan. Ketupat Sumpil ini berbeda. Dibungkus daun bambu, ketupat ini berbentuk segitiga dengan ukuran yang lebih kecil dari ketupat pada umumnya. Bentuk Ketupat Sumpil yang unik, bukan berarti tanpa arti.
Bentuk segitiganya melambangkan hubungan manusia dengan sesama dan kepada Tuhan yang maha esa. Bila dilacak, sebenarnya makna tersebut merupakan suatu kepercayaan yang ada jauh sebelum Islam datang. Kemudian Islam datang dan mengajarkan untuk membangun dan menjaga hubungan yang baik kepada Tuhan (Habluminallah) dan kepada sesama (Habluminannas).
“Ketupat sumpil yang berbentuk segitiga melambangkan hubungan manusia dengan tuhan dan manusia dengan sesama manusia,” imbuh Razan.
Istilah tersebut dilambangkan pada garis sumpil yang mengarah ke atas sebagai lambang Habluminallah. Dalam kehidupan sehari-hari seorang manusia berhubungan dengan Tuhan ketika sedang beribadah. Bentuk ibadah sendiri kembali kepada kepercayaan masing masing pihak.
Hal yang digambarkan jelas dari bentuk ketupat sumpil itu, manusia sebagai makhluk hidup untuk selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apapun yang ada didunia ini tidak lepas dari kehendak Tuhan.
Sedangkan istilah Habluminannas dilambangkan dengan garis lurus saling menghubungkan ujung di bawah pada sumpil. Hubungan antar sesama manusia dapat kita lihat setiap saat. Dari bentuknya sendiri yang segitiga, tergambar jelas jika segitiga itu berdiri tegak dengan satu sudut lancip di atas dan dua sudut lancip sejajar sebagai tumpuan.
Dua sudut di bawah memberi gambaran bahwa sesama manusia memiliki kedudukan yang sama dihadapan Tuhan. Selain itu, manusia satu dengan yang lain akan selalu berhubungan mengingat manusia itu makhluk sosial. Di mana ia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Nama ketupat sumpil diambil dari nama seekor hewan yang hidup di sungai atau sawah, sejenis keong dan siput. Sumpil sendiri diambil dari nama hewan dalam bahasa Jawa, hewan itu berwarna hitam dan memiliki bentuk yang kecil. Sebab kemiripan baik bentuk maupun ukuran itulah, nama Ketupat Sumpil lahir.
Menurut salah seorang warga Loano Purworejo, Tuty Herawati, ia menggunakan bahan bakar kayu ataupun ranting, yang masih bisa ditemukan di pekarangan maupun hutan desa. denganĀ memanfaatkan alam sekitar, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih terjangkau.
“Karena proses pengukusan membutuhkan waktu cukup lama, biasanya kalau di pedesaan menggunakan bahan bakar dari ranting atau batang kayu yang mengering,” tutur wanita 40 tahun.
Selain dari bentuknya yang unik, Ketupat Sumpil juga memiliki rasa yang berbeda dari ketupat yang lain. Saat sudah matang, nasi dalam bungkus ketupat itu isinya penuh dan memiliki rasa masuk ke tenggorokan. Bahkan sampai di perut terasa nyaman, tidak ada rasa mengganjal ataupun berat. Sensasi dingin ini didapat dari pembungkusan ketupat dengan daun bambu, dan isian di dalamnya penuh sesuai bentuk Ketupat Sumpil yang segitiga mini.
“Teksturnya lebih mantap (padat) ketimbang ketupat lainya, tanpa disimpan dalam lemari es sekalipun, Sumpil ini akan lebih tahan untuk beberapa hari,” ungkap Tuty.
Ketupat Sumpil memiliki ketahanan yang cukup lama, sekitar 3 hari. Selain itu, untuk penyajian biasanya dengan sayur lebaran, seperti opor bisa juga dengan kering tempe. Dalam hal ini, ketupat berperan sebagai pengganti nasi dalam Bentuk lain. Cukup dengan membuka tusuk lidi di pembungkusnya (daun bambu). Tidak perlu dipotong dahulu seperti ketupat pada umumnya. Namun, itu sesuai dengan porsi masing masing orang.
Di kalangan anak muda ketupat ini memiliki image-nya sendiri. Mereka memberikan gambaran praktis dan unik untuk ketupat yang satu ini.
“…dalam penyajian ketupat sumpil lebih praktis hanya perlu melepas lidi dan membuka lipatan daun bamboo,” tutur Razan kembali.
Tradisi ini, dilanjutkan dengan berbagi Ketupat Sumpil dengan tetangga. Selain itu, juga saling berkunjung untuk berlebaran hingga saling mencicipi masakan pendukung untuk ketupat sumpilnya.
Meski hanya ketupat, tetapi semua warga, dari anak kecil hingga orang dewasa bisa menikmati ketupat itu dengan menu pendamping yang disukainya. Terlebih lagi ketupat ini tidak dijual belikan di pasar. Sehingga menambah kesan waktu memakannya, karena harus menunggu momen lebaran dan membuatnya bersama sama dengan warga desa. (Ed.Mzkr)
*Liputan ini sebelumnya pernah terbit dalam buletin Kru Magang 2020 dengan tema Melihat Lebaran Lebih Dekat.