Selesaikan Banyak Kasus Di 2021, LBH Optimis Sambut 2022

Selama tahun 2021, setidaknya LBH mendampingi 2000 kasus advokasi, 822 konsultasi hukum, dan 9669 pendampingan Pendidikan hukum kritis.

Catahu 2021 LBH Semarang

Semarang, Justisia.com – “Total ada 12491 orang penerima manfaat dari aktivitas LBH semarang tahun ini,” ujar Rizky selaku pembicara dalam peluncuran catatan akhir tahun (CATAHU) LBH Semarang pada, Rabu (22/12).

Selama tahun 2021, setidaknya LBH mendampingi 2000 kasus advokasi, 822 konsultasi hukum, dan 9669 pendampingan Pendidikan hukum kritis.

Peluncuran CATAHU ini merupakan wujud terbukanya laporan pertanggung jawaban LBH terhadap masyarakat. Kegiatan ini mengusung tema “Menuju Tahun Penuh Bahaya: Saatnya Reposisi Gerakan Rakyat”.

Acara dilaksanakan daring dengan menggunakan media zoom meeting dan siaran langsung pada kanal youtube LBH Semarang. Dengan menghadirkan ketua YLBHI (Asfinawati) dan kawan kawan masing masing bidang LBH Semarang.

Afinawati dalam kesempatanya menyampaikan bahwa peringatan Hari Ibu telah dijadikan alat oleh rezim Orde Baru sebagai cara untuk mendomestifikasi perempuan. Padahal, sejarah Hari Ibu berawal dari Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 yang hasilnya justru adalah berkebalikan dari apa yang dinarasikan sejak rezim Orde Baru. Kongres tersebut pada faktanya menghasilkan keputusan-keputusan yang maju, antara lain bagaimana keterlibatan perempuan dalam politik, salah satunya dengan membentuk organisasi.

“Mari kita rayakan tanggal 22 Desember tidak hanya sebagai hari ibu tapi lebih dari itu mengingat lagi kilas balik bahwa pada tanggal inilah sebetulnya perempuan-perempuan dari puluhan tahun lalu menyadari dirinya menjadi aktor yang punya kontribusi untuk melakukan pergerakan membebaskan Indonesia dari segala penjajahan,” tegasnya.

Lalu wanita yang akrab disapa Asfi itu melihat tahun 2021 ini dengan indeks demokrasi turun drastis, indeks  korupsi turun drastis dan kita semua merasakan represi kebebasan sipil dan juga tidak adanya demokrasi ekonomi maka kesadaran bahwa perempuan adalah faktor pergerakan menjadi sangat penting.

“Mulai lagi tahun ini dan tahun depan dengan semangat pergerakan perempuan Indonesia,” tuturnya.

Selama akhir 2020 hingga akhir 2021. Advokasi yang telah dilakukan LBH Semarang meliputi: perjuangan petani atas lahan; pencemaran lingkungan; kebijakan RTRW yang tidak mengakomodir kepentingan rakyat; perlawanan terhadap PHK dan politik upah murah; kekerasan berbasis gender; represi oleh aparat kepolisian; hambatan kebebasan beragama dan berkeyakinan; serta konsolidasi-konsolidasi gerakan rakyat.

Berdasarkan hal ini, LBH Semarang sampai kepada beberapa kesimpulan pokok, antara lain:

  1. Omnibus Law adalah ancaman nyata. Putusan MK tentang uji formil UU Cipta Kerja, perlu direbut tafsirnya oleh rakyat
  2. Negara absen dalam mewujudkan ruang bagi rakyat untuk bebas dari rasa takut
  3. Kapitalisme, patriarki, intoleransi, dan kesewenangan negara adalah musuh bersama bagi rakyat. Karena itu, fragmentasi gerakan hanyalah akan merugikan rakyat
  4. Solidaritas antar rakyat yang tertindas, semestinya merupakan kunci jika kita ingin memenangkan pertarungan melawan berbagai bentuk penindasan. Saatnya melakukan reposisi gerakan rakyat untuk menghadapi tahun-tahun penuh bahaya. [Ed/Red. IrchamM]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *