Sejarah Api Abadi Mrapen Yang Padam dan Kisah di Baliknya

Salah satu destinasi wisata Kabupaten Grobogan tepatnya di Desa Manggarmas, yaitu Api Abadi Mrapen padam untuk waktu yang belum bisa diperkirakan. Hal tersebut dibenarkan oleh Gunadi selaku juru kunci wisata Api Abadi Mrapen.

Api Abadi Mrapen

Api Abadi Mrapen yang padam | Sumber gambar: news.detik.com

Semarang, Justisia.com – Salah satu destinasi wisata Kabupaten Grobogan tepatnya di Desa Manggarmas, yaitu Api Abadi Mrapen padam untuk waktu yang belum bisa diperkirakan. Hal tersebut dibenarkan oleh Gunadi selaku juru kunci wisata Api Abadi Mrapen.

Gunadi menjelaskan sebelum padam, api meredup hingga tak terlihat namun masih mengeluarkan aroma khas gas dan suara gemuruh hingga akhirnya hilang pada 25 september 2020.

Sebelum padam pada September 2020, Gunadi mengungkapkan bahwa api tersebut juga sempat padam bertepatan dengan hari wafatnya Raden Ayu Siti Hartinah atau yang akrab dipanggil Ibu Tien yaitu istri dari Presiden Soeharto. Ia juga menambahkan api hanya padam sekitar 12 jam kemudian menyala lagi pada hari tersebut juga.

“Sebelumnya memang pernah padam, tepat di hari wafatnya Ibu Tien Soeharto. Tapi, paginya padam, sore sekitar jam 5 sudah menyala lagi,” ujarnya.

Gunadi menjelaskan bahwa hingga saat ini belum diketahui secara jelas penyebab padamnya salah satu objek wisata kebanggaan warga Grobogan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa dari pihak ahli menyatakan ada retakan pada sekitaran objek wisata tersebut yang mengakibatkan sumber gas mudah untuk bergeser.

“Sebab secara pastinya kita belum tahu, tapi menurut beberapa ahli, mereka mengatakan kalau memang di daerah api abadi memang banyak retakan tanah yang mengakibatkan gas bisa mudah bergeser bila ada lubang yang lebih besar,” jelas Gunadi menanggapi sebab padamnya api.

Hal tersebut juga ditegaskan dengan adanya pengeboran sumur oleh pemilik toko swalayan di sekitar objek wisata sebelum api padam.

“Memang pada tanggal 12 september ada yang melakukan pengeboran sumur, semenjak itu api terus meredup hingga padam,” pungkasnya.

Dikutip dari laman AntaraNews.com, Kasi Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral wilayah Kendeng Selatan, Sinung Sugeng Arianto mengungkapkan bahwa disekitar objek wisata memang masih dimungkinkan untuk terdapat pasokan gas metana, karena berdasarkan peta gas dari rekanan PT Pertamina disebutkan bahwa potensi gas di lokasi memang besar, namun ada retakan.

“Retakan itulah yang menjadi kewaspadaan masyarakat agar dalam melakukan pengeboran untuk kepentingan air bersih jangan sampai lebih dari 30 meter,” ujarnya.

Ia mengingatkan ketika pengeboran dilakukan terlalu dalam, maka akan keluar gas. Karena kejadian selama ini memang demikian sehingga ada yang dimanfaatkan oleh masyarakat, ada yang dibuang serta ada yang ditutup.

Pemerintah provinsi juga ikut andil dalam menghadapi masalah, pihak Pemprov akan terus mengupayakan semua cara agar api bisa kembali menyala. Dilansir dari halaman Republika.co.id, Ganjar mengirim tim khusus dari Dinas ESDM untuk meneliti lebih lanjut penyebab padamnya objek wisata tersebut.

“Saya minta Dinas ESDM untuk mengecek, apakah ada sesuatu yang menyebabkan matinya Api Abadi Mrapen. Apakah karena cadangan sumber daya yang ada di dalamnya habis atau karena ada pengaruh eksploitasi dari kanan kirinya. Saya minta dilakukan pengecekan,” ucap Ganjar.

Kepala Bidang Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan (EBT) Dinas ESDM Jateng, Imam Nugroho mengakui pihaknya akan terus mengupayakan dengan segala cara agar api kembali bisa menyala.

“Saat ini, kami akan melakukan pemetaan jalur gas alam bawah tanah dan survei di mana jebakan (gas) yang paling besar. Bagaimana pun Api Mrapen akan kami pertahankan karena sudah jadi destinasi wisata dan ikon Grobogan,” ujarnya.

Ia sangat optimis dengan langkah ini, Api Abadi akan segera menjadi abadi kembali. Dan jika api sudah kembali menyala, Imam meminta agar warga dan pengusaha tidak membuat sumur dan pengeboran di area lokasi objek wisata tersebut.

“Kalau orang ngebor harus ada izin dulu. Tidak bisa sembarangan,” tegas Imam.

Gunadi menceritakan awal mula ditemukanya situs Api Abadi ketika rombongan pasukan kerajaan demak yang di pimpin oleh Sunan Kalijaga, pulang menuju demak melewati daerah tersebut, mereka memutuskan untuk beristirahat dilokasi.

“Dari cerita turun-temurun, yang bisa disebut pertama kali menemukan adalah rombongan kerajaan Demak yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga yang melewati dan memutuskan untuk beristirahat di lokasi,” ujarnya.

Menurut Gunadi, secara logika api itu memang sudah ada, namun saat siang sulit untuk dilihat, kemudian sunan kalijaga menggoreskan tongkatnya pada api yang menjadikan precikan api terlihat pada siang hari, sehingga dari cerita yang tersebar selama ini seakan-akan api baru muncul setelah tongkat di tancapkan. Di sana juga keluar sumber mata air yang sebelumnya belum mendidih seperti sekarang.

“Pasukan kerajaan Demak mupang melewati dan beristirahat di lokasi, api itu kalo siang gak kelihatan, lalu Sunan Kalijaga menggesekan tongkatnya ke api tersebut sehingga seolah-olah api muncul setelah ditancapkan tongkat, dan muncul juga sumber air,” ucap Gunadi.

Setelah cukup beristirahat, pasukan kerajaan Demak melanjutkan perjalanan. Rombongan juga meninggalkan batu penyangga hasil rampasan perang yang sama persis dengan batu yang ada di serambi Masjid Agung Demak untuk menandai letak sumber api.

“Setelah beristirahat, ketika rombongan itu akan melanjutkan perjalanan, mereka meninggalkan batu hasil rampasan perang untuk menandai lokasi sumber api tersebut,” tambahnya.

Di waktu yang lain, Sunan Kalijaga memerintahkan Empu Supo, untuk membuat keris di lokasi api tersebut. Setelah itu, lokasi api menjadi tempat untuk pembuatan keris, batu yang ditinggalkan menjadi tempat duduk dan sumber air digunakan untuk merendam keris yang baru di bentuk hingga airnya mendidih sampai sekarang.

Selain menjadi objek wisata, Api Abadi juga sering digunakan untuk upacara pegambilan api suci umat Buddha, selain itu Api Abadi Mrapen juga pernah digunakan untuk menyalakan obor Pekan Olahraga Nasional (PON), POR PWI, Hari Olahraga Nasional (Haornas) hingga Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO). [Red. Fajri]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *