Konsorsium Ground Up Gelar Konferensi Pers Hasil Riset
“Ketergantungan Semarang yang cukup besar terhadap air tanah untuk hidup sehari-hari meninggalkan ruang dalam tanah sehingga menyebabkan rob dan bangunan menjadi ambles,” ungkapnya
Semarang, Justisia.com – Konsorsium Ground Up menggelar konferensi pers mengenai hasil penelitian dan riset penyebab banjir di Semarang pada hari Selasa, 16 Februari 2021. Melalui Platform Zoom.
Konferensi tersebut mengusung tema “Faktor-faktor Yang Potensial Mempengaruhi Keparahan Banjir Semarang”.
Kenferensi yang dimoderatori oleh Nila Ardhiani mahasiswa program doktor Ilmu Lingkunga UNDIP itu juga menghadirkan beberapa narasumber yakni Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Amalinda Savirani, Ketua Departemen Sistem Air Terpadu dan Tata Kelola Air pada IHE Delft Institute for Water Education Michelle Kooy, dan Mahasiswa Program Doktor IHE Delft Institute for Water Education Bosman Batubara.
Pada pembukaan acara Nila Ardhiani menyampaikan sedikit penyebab dan hasil riset Ground up terkait penyebab banjir di Semarang.
“Ketergantungan Semarang yang cukup besar terhadap air tanah untuk hidup sehari-hari meninggalkan ruang dalam tanah sehingga menyebabkan rob dan bangunan menjadi ambles,” ungkapnya.
Sedangkan Amalinda Savirani menyampaikan jika riset dan penelitian ini berusaha memahami apa itu fenomena alam yang menyebabkan terjadinya banjir, serta aspek teknik dan sosial yang saling berinteraksi.
Sementara itu Michelle Kooy berpendapat mengenai prediksi berdasarkan perhitungan dan kondisi Semarang dan daerah pesisir jika kondisi ini berlanjut tanpa penanganan yang serius.
“Prediksi ini bisa direspon pada ilmuan ilmu alam yang memahami ini misalnya ahli meteorologi, dalam konteks ilmu sosial dan yang kita alami sekarang tidak selau terkait dengan hujan,” terangnya.
Bosman Batubara juga menyampaikan hasil penelitian dan riset yang dilakukan oleh Ground Up diantaranya, temuan pertama yang relevan dengan banjir yang baru saja terjadi adalah ketergantungan Semarang yang besar pada air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Temuan kedua yang relevan adalah mengenai tingkat dampak yang dirasakan warga yang tinggal di daerah dekat pantai yang makin tinggi. Temuan ketiga, penduduk yang tinggal di dekat pantai menghadapi risiko lain terkait air yaitu kesulitan mendapat air bersih, dimana air di daerah ini biasanya payau karena terpengaruh air laut.
Keempat, perubahan tata guna lahan yang terjadi di Panggung Lor, Panggung Kidul dan Terboyo juga berperan meningkatkan risiko banjir, dan Kelima, penelitian juga menunjukkan bahwa respon dominan terhadap banjir adalah melalui infrastruktur besar dan teknologi mesin-mesin hidrolik.[Red. Sidik]