Empirisme dan juga Kebahagiaan; Aristoteles

Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang juga murid dari Plato selama 20 tahun dan guru dari Alexander Agung. Ia menulis beberapa karya dalam bidang fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, biologi dan zoologi. Namanya cukup dikenal dalam dunia filsafat, baik di Timur maupun di Barat, karena ia bersama dua filsuf Yunani lainnya Socrates dan Plato cukup berpengaruh di pemikiran Barat.

Empirisme dan juga Kebahagiaan ; Aristoteles

Ilustrasi ekspresi kebahagiaan | Sumber foto: Freepik.com

Semarang, Justisia.com – Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang juga murid dari Plato selama 20 tahun dan guru dari Alexander Agung. Ia menulis beberapa karya dalam bidang fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, biologi dan zoologi. Namanya cukup dikenal dalam dunia filsafat, baik di Timur maupun di Barat, karena ia bersama dua filsuf Yunani lainnya Socrates dan Plato cukup berpengaruh di pemikiran Barat.

Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Macedonia tengah tahun 384 SM. Ayahnya yang benama Nicomacus adalah seorang tabib pribadi Raja Amyntas III dari Macedonia.

Pada usia 17 tahun, Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato dan menjadi murid Plato. Kemudian ia diangkat menjadi seorang guru selama 20 tahun di akademi tersebut. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal spekulasi filosofis.

Aristoteles merupakan orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukannya dengan jalan melihat gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini dengan kata benda, kata sifat, kata benda dan sebagainya, merupakan pembagian kata menurut pemikirannya.

Dengan meninggalnya Plato pada tahun 347 SM, Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama 12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus dan menikah dengan Phytias yang tak lama kemudian meninggal. Kemudian menikah lagi dengan Herpyllis dan memberikan ia seorang anak laki-laki yang akhirnya ia beri nama Nicomacus seperti ayahnya. Pada tahun-tahun berikutnya ia juga mendirikan akademi di Mytilele. Saat itulah ia sempat menjadi guru Alexander Agung selama tiga tahun.

Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan mendirikan semacam akademi di Lyceum. Di sinilah selama 12 tahun ia memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen serta membuat catatan-catatan dengan tekun dan cermat.

Dalam masa kepemimpinannya Alexander Agung tidak meminta nasehat kepada bekas gurunya, tetapi ia berbaik hati menyediakan dana bagi Aristoteles untuk melakukan riset dan eksperimen. Walaupun begitu, hubungan Aristoteles dengan Alexander Agung diliputi oleh berbagai macam polemik. Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran Alexander, apalagi ketika Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles dengan tuduhan pengkhianatan.

Kemudian Alexander Agung meninggal pada tahun 323 SM dan golongan anti Macedonia memegang tampuk kekuasaan di Athena. Aristoteles didakwa kurang ajar kepada dewa dikarenakan penelitian-penelitian yang ia lakukan. Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Satu tahun setelah pelariannya ke kota itu, tepat pada tahun 322 SM, Aristoteles meninggal pada usia 62 tahun.

Empirisme

Empirisme secara etimologis menurut Bagus (2002) berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani empeiria dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut Lacey (2000) berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.

Empirisme adalah teori (paham/konsep) yang mengatakan bahwa semua pengetahuan didapat dengan pengalaman yang dilalui dengan indra. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata “tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri.

Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata didasarkan akal, karena dapat dipandang sebagai spekulasi belaka dan tidak berdasarkan realitas sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus didasarkan pada kenyataan sejati, yaitu realitas.

Tokoh yang dianggap sebagai benih dari empirisme adalah Aristoteles, maka pada empirisme pun terdapat banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah populernya. Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan.

Aristoteles dengan konsep empirismenya menolak bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Jadi dapat disimpulkan pengetahuan itu ada karena adanya pengalaman yang nyata melalui indra, bukan karena bawaan lahir.

Kebahagiaan

Aristoteles memandang, bahwa manusia hidup memiliki tujuan. Yaitu nilai kebahagiaan (eudaimonia). Menurutnya, jika manusia telah mencapai kebahagiaan, maka tidak ada yang diinginkan selebihnya. Kebahagiaan yang dimaksud adalah bila manusia melaksanakan moral (etika), maka manusia menjadi makhluk yang berbahagia. Di sini lah korelasi etika dan kebahagiaan dijelaskan oleh Aristoteles.

Sebuah makhluk mendapat kesempurnaannya bukan karena potensinya, melainkan potensinya sudah mencapai aktualisasinya. Maka, kebahagiaan perlu terdiri dari aktivitas-aktivitas yang sifatnya manusiawi. Manusia bahagia itu bila Ia memandang kebenaran. Aristoteles merumuskan, supaya manusia itu bahagia maka ia harus menjalankan aktivitasnya menurut ajaran “keutamaan.”

Dalam hal ini Aristoteles membagi “keutamaan” menjadi dua; keutamaan intelektual dan keutamaan moral.

Keutamaan intelektual yang dimaksud Aristoteles adalah keutamaan yang menyempurnakan rasio. Rasio dapat memberi petunjuk supaya orang mengetahui apa yang harus diputuskan dalam keadaan tertentu.

Keutamaan intelektual adalah keutamaan yang menyempurnakan akal budi. Sudah nyata bahwa hanya sedikit orang dapat memiliki keutamaan intelektual, yaitu orang-orang terpelajar. Jalan yang menuju keutamaan intelektual ini adalah suatu jalan panjang yang meliputi seluruh pendidikan ilmiah.

Sedangkan keutamaan moral adalah keutamaan yang mengatur watak seseorang. Secara prinsipil keutamaan moral adalah suatu sikap watak yang memungkinkan orang memilih jalan tengah antara dua ekstrem yang saling berlawanan, misalkan kemurahan hati adalah jalan tengah antara keborosan atau kekikiran. Keutamaan selalu merupakan pertengahan antara kelebihan dan kekurangan, dan baru menjadi sebuah keutamaan apabila seorang mempunyai sikap yang tetap untuk memilih jalan tengah itu.

Terlepas dari konsep diatas, Aristoteles juga pernah mengatakan bahwa “Happiness depends on ourselves” maksudnya adalah Kebahagiaan bergantung pada diri kita sendiri. Aristoteles mengabadikan kebahagiaan sebagai tujuan utama kehidupan manusia dan tujuan itu sendiri.

Lalu hal apa yang bisa kita dapatkan dari perkataan Aristoeles diatas? Yup, betul Kebahagiaan itu bergantung pada diri kita sendiri karena kita punya kebebasan untuk menentukan kebahagian itu sendiri. Jadi dari pada kita membandingkan diri dengan orang lain, lebih baik jika kita definisikan kebahagian kita sendiri. [Red. Fajri]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *