Antara Ulama dan Umara

Akibatnya ulama sebagai penasihat bagi kepala negara seringkali memberikan berbagai kritik agar pemerintah tidak salah jalur dalam mengendalikan pemerintahan

Antara Ulama dan Umara

Presiden Jokowi bersama Para Ulama. Sumber: nu.or.id

Masuknya Habib Rizieq ke dalam penjara bukan suatu fenomena baru yang terjadi di negeri ini. Sebelumnya banyak berbagai ulama yang merasakan hal serupa seperti yang dialami oleh Habib Rizieq saat ini.

Misalnya penahanan Buya Hamka oleh Presiden Soekarno di era orde lama, kemudian penahanan ulama Daud Beureuh dan Abuya Damiyati oleh Presiden Soeharto di era orde baru. Hal itu disinyalir akibat adanya perbedaan persepsi dengan pemerintah yang menyebabkan sebagian ulama harus merasakan pahitnya kehidupan di penjara.

Kurang harmonisnya hubungan antara pemerintah dengan ulama sekarang ini tidak lain akibat adanya kepentingan politik. Sehingga, kerap kali pemerintah melakukan tindakan dan mengeluarkan kebijakan yang kurang memuaskan.

Akibatnya ulama sebagai penasihat bagi kepala negara seringkali memberikan berbagai kritik agar pemerintah tidak salah jalur dalam mengendalikan pemerintahan. Namun, akibat sikap pemerintah yang haus dengan kekuasaan tidak lagi menerima apa yang menjadi masukan dari para ulama, tetapi malah melakukan tindakan represif kepada ulama.

Padahal antara pemerintah dan ulama memiliki peran yang besar dalam suatu negara. Pemerintah tidak akan bisa mengendalikan negara tanpa nasihat para ulama. Sehingga, kebijakan dan proses jalannya pemerintahan tidak akan menyimpang. Sebaliknya, ulama tidak akan bisa menyebarkan nilai-nilai dakwah di masyarakat tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Dengan demikian, peran antara pemerintah dan ulama sangatlah penting dalam kemaslahatan negara.

Pasalnya, apabila pemerintah dan ulama tidak saling bersinergi dalam menjalankan roda negara, maka dapat dipastikan sistem kenegaraan akan hancur.

Sebagaimana hal tersebut,  Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengatakan “sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan kerusakan penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat yang kecil, apalagi penguasanya”.

Ungkapan Imam Ghazali tersebut memberikan pandangan bahwa indikator kerusakan negara sangat bergantung pada kondisi pemerintah dan ulama. Ketika pemerintah rusak akibat hasrat dan ambisi duniawi, sehingga peran ulama tidak lagi dipertimbangkan. Kondisi demikian akan membuat jalanya pemerintahan banyak terdapat praktik korupsi, nepotisme, dan ketidakadilan.

Dengan demikian pemerintah perlu menjalin hubungan baik dan melibatkan ulama dalam roda pemerintah. Jangan sampai pemerintah bertindak reperensif terhadap ulama. Hal tersebut akan menjadikan suatu negara mengalami kemunduran.

Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadisnya ‘dua golongan manusia, jika mereka baik, akan baik seluruh manusia, dan jika rusak, akan rusak seluruh manusia. Mereka adalah ulama dan umara”(H.R Ibnu Nua’im).

Senada dengan hadits Nabi Muhammad Saw tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) H. Syamsuri mengungkapkan bahwa hubungan antara pemerintah dan ulama seperti dua sisi mata yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa memisahkan peran ulama dalam suatu negara.

Hal demikian akan dapat membuat praktik penyalahgunaan kekuasaan akan terus terjadi. Harapanya, antara pemerintah dan ulama akan selalu selaras untuk membangun bumi pertiwi. Wallahu A’lamu Bi Al-Shawab. [Ed. Faiz/Red. Sidik]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *