Aktivis Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) Paparkan Konsep Mubadalah
“Islam merupakan revolusioner, agama ini sangat mendukung bahwa wanita setara dengan laki-laki, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT,” ungkapnya.

Wawancara Kesetaraan Gender dengan Shofunnada aktifis ngaji kesetaraan gender memaparkan konsep mubadalah dalam wawancara tim KKN RDR 77 kelompok 97 di rumahnya desa bandar kecamatan Bandar kabupaten batang pada 24/10/2021
Semarang, Justisia.com – Shofwunnada (25), perempuan yang aktif dalam komunitas Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) menyerukan konsep mubadalah sebagaimana disampaikan dalam wawancara dengan tim kkn rdr 77 kelompok 97 di rumahnya desa Bandar, kec. Bandar, kab. Batang, pada Minggu, (24/10/2021).
Seperti yang kita tahu bahwa konsep mubadalah sendiri mengajarkan konsep keterbutuhan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Shofunnada, hal tersebut merupakan bentuk upaya untuk saling memenuhi kebutuhan satu sama lain sehingga membentuk kehidupan yang jauh lebih harmonis.
Dirinya juga memperjelas, hanya faktor biologislah yang membedakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan seperti menstruasi, mengandung, melahirkan, nifas dan menyusui. Selain itu, perempuan dan laki-laki punya kedudukan dan hak yang sama.
“Di dalam teori mubadalah, yang membedakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan hanyalah faktor biologis. Selain itu, perempuan dibebaskan dalam memilih jalan kehidupan untuk berkarir,” jelasnya.
Perempuan yang telah menyelesaikan studi pasca sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta tahun 2020 lalu, mengungkapkan bahwa Islam adalah salah satu revolusioner dalam konsep kesetaraan gender.
“Islam merupakan revolusioner, agama ini sangat mendukung bahwa wanita setara dengan laki-laki, yang membedakan adalah tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT,” ungkapnya.
Dia pun turut mengajak masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda untuk mengimplementasikan kesetaraan gender yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
“Kalau kamu Islam, kalau kamu Indonesia pasti kamu akan bisa mengaplikasikan keislaman dan keindonesiaan kamu terhadap kesetaraan gender tersebut, tidak ada yang setimpang semuanya sama,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Ainul Yaqin (Anggota KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang)
Editor: IrchamM