Ajengan Abdullah bin Nuh: Ulama Sunda Kelas Dunia
KH R. Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama yang multidimensi di samping aktif mendidik para santrinya di pesantren ia juga seorang pejuang, sastrawan dan pengajar.

sumber foto: Kompasiana.com
justisia.com – KH R. Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama yang multidimensi di samping aktif mendidik para santrinya di pesantren ia juga seorang pejuang, sastrawan dan pengajar.
Ia melakukan itu semua untuk mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat. Sebagian generasi muda sekarang mungkin merasa asing dengan sosok ulama besar dari tanah Sunda ini.
Mama Abdullah, panggilan akrabnya ia dilahirkan dari pasangan Raden Muhammad Nuh dan Nyi Raden Aisyah dari silsilah kedua orang tuanya ia terbmasuk darah biru keraton. Kakeknya dari pihak ibu adalah wedana di Tasikmalaya.
Bergabung Hizbullah
Pada masa penjajahan, kiai asal Cianjur ini turut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Sejarah mencatat di era pra-kemerdekaan mama Abdullah bin Nuh juga tidak lepas dari perjuangan untuk memerdekakan bangsa ini.
Pada masa mudanya, ia juga gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan tanah air dari penjajah Belanda. Ia pernah menjadi anggota Pembela Tanah Air (PETA) pada tahun 1943-1945, wilayah Cianjur, Sukabumi dan Bogor.
Kemudian di tahun 1945-1946, ia memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tahun 1948-1950, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Yogyakarta.
Tak hanya sampai disitu menurut keterangan dari salah satu ulama di Cirebon yaitu Habib Muhdhar bin Ahmad Al-Jufri, ia menuturkan bahwasanya mama Abdullah bin Nuh ini juga termasuk salah satu orang yang menyiarkan berita kemerdekaan ke negri Arab khususnya Mesir.
Dalam sumber lain disebutkan setelah proklamasi kemerdekaan ia bergabung bersama ulama lainya dengan Hizbullah dan menggelorakan semangat perjuangan di wilayah Jawa Barat.
Kemudian pada ketika ibu kota negara dialihkan ke Yogyakarta ia bersama tokoh perjuangan lainya mendirikan kantor Radio Republik Indonesia (RRI) dan mama Abdullah karena kemahiranya dalam berbahasa Arab dan Inggris ia mendapatkan bagian untuk menyiarkan kemerdekaan ke daerah liga Arab dan Eropa.
Produktif Menulis
KH Abdullah bin Nuh, seorang kiai kharismatik yang lahir di Cianjur Jawa Barat pada tanggal 30 Juni 1905 M. Selepas ia menuntut ilmu di beberapa tempat kemudian mendirikan Pesantren Al-Ghozali di Bogor.
Selain alim dalam literatur keislaman Mama Abdullah, juga memiliki keahlian dalam bidang sastra. Sebagai sastrawan ia telah menulis ribuan bait puisi baik dalam bahasa Indonesia maupun Arab. Bahkan karena ia menguasai bahasa dunia, ada juga puisi yang menggunakan bahasa asing seperti Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dan Arab.
Mama Abdullah termasuk ulama yang produktif menulis tercatat karyanya sudah puluhan dengan menggunakan berbagai bahasa. Puluhan karyanya diterbitkan secara luas bahkan ada yang diterbitkan di Timur Tengah.
Di antara karyanya yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia adalah “Saya Muslim Sunni Syafi’i” dan banyak lagi dari mulai kamus 3 bahasa, kamus eropa terkait dengan hubungan politik, diplomasi, bahkan ekonomi, juga kumpulan syair-syair berbahasa arab.
Dalam keterangan yang lain menurut muridnya, yaitu KH. Muhammad Husni Thamrin ia juga memaparkan bahwa salah satu kelebihan yang dimiliki oleh mama Abdullah ini ialah mampu menguasai berbagai macam dialektika bahasa arab yang sangat beragam.
Keahlian ia dalam memahami bahasa Arab itu mulai terlihat pada saat umur 13 tahun. ia dikatakan kala itu sudah mampu membuat tulisan dan syair dalam bahasa Arab. Kemampuannya dalam bahasa Arab memang menakjubkan. Ketika kuliah di Al-Azhar Kairo Mesir
Pecinta Al-Ghozali
Sebagaimana ulama pada umumnya ia juga merupakan pendidik sejati. Prinsip yang selalu ia ajarkan kepada para muridnya adalah perihal keberkahan, sebab dari keberkahan itulah kebaikan akan terus bertambah.
Tak hanya itu, ulama asal Cianjur itu juga dikenal dengan kepribadian yang sederhana, zuhud, rendah hati, dan mengabdikan dirinya dengan ikhlas. Sebagai seorang guru dan contoh terbaik bagi anak-anak dan murid-muridnya.
Dalam metode pendidikannya ia menawarkan konsep ainur rahmah yaitu dimana sebagai seorang pendidik haruslah memandang para muridnya itu dengan pandangan kasih sayang sehingga hal ini sangatlah sesuai dengan misi Nabi Muhammad sebagai rahmatan lil ‘alamiin diatas muka bumi ini.
Mama Abdullah sebagai ulama yang komprehensif dikenal juga sebagai ulama yang memahami ilmu tasawuf. Tasawuf sebagai suatu konsep dari agama Islam, ternyata mempunyai andil yang sangat besar di dalam membentuk kepribadian K.H. Raden Abdullah bin Nuh.
Sehingga beliau menjadi seorang ulama tasawuf (sufi) yang sangat luas ilmunya. Karena didukung pula oleh disiplin ilmu yang lain di samping ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Menurutnya Mama Abdullah tasawuf adalah suatu bagian yang esensial dari risalah ajaran Nabi Muhammad SAW. Ia mengartikan tasawuf adalah suatu jalan yang asli dalam Islam yang diridhai oleh Allah Swt.
Tasawuf Islam itu merupakan kesempurnaan dalam Islam, kesempurnaan dalam ihsan, kesempurnaan dalam amal, dan kesempurnaan dalam segala sesuatu dari kehidupan.
Oleh karena itu, tasawuf menurut mama Abdullah bukanlah suatu hal yang bid’ah melainkan ia adalah suatu hal yang esensial dalam risalah kenabian. Ia juga berpendapat bahwa tasawuf adalah penyelamat iman dan aqidah Islam ketika Islam tengah dilanda oleh filsafat-filsafat yang menuhankan banyak Tuhan seperti Hindu dan Yunani.
Mama Abdullah juga dikenal sebagai pengagum Ghazali sejati, terbukti dengan dasar kecintaaanya kepada Al-Ghazali ia menuliskan buku yang berjudul “Menuju Mukmin Sejati” yang mana buku tersebut tak lain dan tak bukan merupakan terjemahan dari kitab Ihya Ulumuddin itu sendiri.
Kiprahnya Mama Abdullah dalam semua bidang sangat bermanfaat untuk masyarakat internasional. Ia bahkan tercatat pernah aktif dalam kegiatan Konferensi Islam Asia Afrika sebagai anggota panitia dan juru penerang yang terampil dan dinamis. Semua yang dilakukan adalah sebagai upaya pembentukan cita-cita luhurnya ialah persatuan umat islam.
“Anda saudaraku, karena kita bersama-sama menyembah tuhan yang satu, mengikuti rasul yang satu, menghadap kiblat yang satu, dan terkadang kita berkumpul disebuah padang yang luas, yaitu padang Arafah, kita sama-sama lahir dari hidayah Allah swt, menyusu serta menyerap syariat Nabi Muhammad SAW,
kita sama-sama bernaung dibawah langit kemanusiaan yang sempurna, dan sama-sama berpijak pada bumi kepahlawanan yang utama, katakanlah demi tuhanmu, diufuk mana dijagat raya ini terdapat persaudaraan yang lebih utama dari pada ini?,” Begitu ucapnya dalam prosa yang dikenal dengan judul Ukhuwwah Islamiyyah.
Dengan kecerdasan yang dimiliki ia mampu mengungkapkan konsep persatuan yang hakiki tanpa pengkotak-kotakan didalamnya. Tujuan nya begitu mulia ia hanya ingin umat Muhammad bersatu didalam panji keislaman tanpa memandang darimana sukunya, negaranya, kelompoknya, bahkan mazhabnya.
Inilah salah satu contoh ulama hanif yang mendedikasikan pikirannya kepada bangsa Indonesia dengan konsep ukhwwah islamiyyahnya. Ia sangat menginginkan kaum muslimin di dunia ini bersatu padu dan tidak mudah diadu domba oleh mereka yang ingin menghancurkan persatuan Islam.
Memang, kadangkala kita terlena dalam menghabiskan energi untuk berdebat tentang perbedaan ilmu. Padahal ilmu bukanlah untuk diperdebatkan, akan tetapi untuk diamalkan. [Red. Hikmah]
Konten ini dihasilkan dari kolaborasi justisia.com X NU Jateng selama Ramadhan 1442 H