Ada Apa Dengan Sintang ?
Krisis toleransi dan memberikan kebebasan di Indonesia, bukan hanya dilakukan oleh sesama warga sipil namun faktanya pemerintah maupun TNI/ Polri justru ikut dalam aksi intoleran dan memberikan kungkungan.

Semarang, Justisia.com – Sedikit aneh dan sulit untuk dimengerti, masih ada banyak hal yang harus dikoreksi. Apakah kalian tau soal itu? Hidup di negara yang memiliki banyak keragaman, sangat disayangkan ketika kita tidak mampu untuk mentolerirnya. Apalagi menyoal sebuah kebebasan, baik itu kebebasan berpikir, berpendapat, beragama, beribadah dan tentu masih banyak hal lainnya.
Kebebasan menjalankan kegiatan keagamaan salah satunya, tentu hak semua umat manusia bukan ? Selama itu tidak melanggar ketentuan hukum yang ada, kita harus memberikan kelonggaran dan memberikan kebebasan bagi mereka untuk dapat menjalankannya. Namun faktanya, baru-baru ini terjadi penyegelan secara paksa tempat ibadah dan melarang untuk melakukan aktivasi keagamaan, bagi Jemaat Ahmadiyahdi Kabupaten Sintang.
Perintah bupati Sintang ini didasarkan pada aspek perizinan yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Tindakan bupati Sintang disini sudah menodai salah satu hak asasi manusia, dimana memiliki hak untuk mendapat kebebasan beragama dan menjalankan kegiatan beribadah sesuai keyakinannya. Dalam hal itu bupati Sintang telah melakukan tindakan diskriminasi yang berkaitan erat tentang asas keadilan.
Krisis toleransi dan memberikan kebebasan di Indonesia, bukan hanya dilakukan oleh sesama warga sipil namun faktanya pemerintah maupun TNI/ Polri justru ikut dalam aksi intoleran dan memberikan kungkungan.
Seperti dalam laporan tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Dunia, Departemen Luar Negeri Amerika (2021), melaporkan dalam beberapa tahun terakhir mulai dari tahun 2020 menyatakan bahwa pihak pemerintahan dan polisi masih dianggap gagal dalam upaya pencegahan perilaku intoleran dan belum mampu memberikan sikap kebebasan yang terjadi di Indonesia.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan, seharusnya juga memberikan cerminan sikap untuk menghargai dan menghormati, bukan justru memberikan cerminan yang tidak patut dilakukan oleh petinggi negara. Baik itu sikap intoleran maupun sikap untuk membatasi kebebasan setiap warga sipil dalam menjalankan kehidupannya.
Negara yang seharusnya sadar dan menerapkan sikap memberi kebebasan terhadap warga sipil di Indonesia. Dimana sesuai dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia, yang ditegaskan bahwa megara harus melindungi warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
Begitupun Pemerintah Kabupaten Sintang seharusnya memberikan perlindungan bagi warga Ahmadiyah agar bisa menjalankan ibadahnya dengan aman dan nyaman. Bupati Sintang harus menjalankan amanat konstitusi, melindungi, dan menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan (kemerdekaan) beragama dan berkeyakinan setiap warga negara. SKB 2 Menteri No. 9 & 8 tahun 2006 tidak boleh dan tidak bisa dijadikan dasar untuk melarang ibadah.
Presiden Joko Widodo sangat perlu untuk mencabut SKB 2 Menteri tersebut tentang pendirian rumah ibadah karena menyebabkan banyaknya rumah ibadah yang dipaksa tutup. Selain itu Juga perlu untuk mencabut SKB 3 Menteri No. 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat yang rawan disalahgunakan untuk melakukan tindakan inkonstitusional terhadap penganut Ahmadiyah.
Edukasi, dorongan, serta sinergitas dari setiap elemen sangat diperlukan, dalam menjaga bingkai toleransi dan kebebasan di Indonesia yang memiliki keragaman. Mulai dari ulama, pemerintah, kepolisian, TNI, maupun masyarakat sangat diperlukan. Sebagai langkah merawat kebhinekaan dan mencapai tujuan bangsa yang moderat dan harmonis. Tanpa ada alasan untuk membenci maupun menyakiti satu sama lain. [Red/M2]