Reynhard Sinaga dan Predator Seks

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan pria asal Jambi, Reynhard Sinaga, menjadi kabar yang mengejutkan pada pembuka tahun 2020. Ia dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Kota Manchester atas 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria yang dilakukan dalam rentang waktu 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017

Infografis tentang Reynhard Sinaga / Infografis: Noosy

Kasus kekerasan seksual yang dilakukan pria asal Jambi, Reynhard Sinaga, menjadi kabar yang mengejutkan pada pembuka tahun 2020. Ia dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Kota Manchester atas 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria yang dilakukan dalam rentang waktu 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017.

Di antara 159 kasus tersebut terdapat 136 perkosaan, di mana sejumlah korban diperkosa berkali-kali. Berdasarkan sistem hukum Inggris, seperti yang dikutip dari BBC, identitas korban perkosaan, termasuk nama tidak boleh diungkap seumur hidup kecuali korban yang memilih untuk membuka jati dirinya.

Reynhard Sinaga disebut sebagai pelaku perkosaan terbesar sepanjang sejarah Inggris, yang oleh kepolisian diduga telah melakukan aksinya selama sepuluh tahun. Lebih lama dari yang didakwakan kepadanya.

Kasus Reynhard disidangkan di Manchester Crouwn Court dalam empat tahap berbeda. Sidang tahap pertama dimulai pada 1 Juni sampai 10 Juli 2018 dengan 13 korban, tahap kedua pada 1 April sampai 7 Mei 2019 dengan 12 korban, tahap ketiga pada 16 September sampai 4 Oktober 2019 dengan 10 korban, dan pada bulan Desember 2019 adalah sidang tahap empat atas 13 korban dengan 30 dakwaan perkosaan dan dua serangan seksual. Total terdapat 159 dakwaan atas 48 korban pria, dan sebagian korban diperkosa berkali-kali.

Hakim yang memimpin kasus Reynhard, Suzanne Goddard dalam putusannya pada Senin (06/01/2020) menggambarkan Reynhard sebagai “predator seksual setan” yang “tidak akan pernah aman untuk dibebaskan.”

Dalam putusannnya, Hakim memutuskan bahwa Reynhard tidak akan diberi kesempatan untuk mengajukan pengampunan sebelum melalui hukuman minimal 30 tahun.

Modus operandi (operasi, red) yang dilakukan Reynhard, menurut Kepolisian Manchester Raya yang dikutip dari BBC, adalah mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk, atau tersesat di seputar tempat tinggalnya, di kawasan ramai di Manchester, Inggris. Reynhard kemudian memasukkan obat yang dicurigai adalah GHB -(gamma hydroxybutyrate) obat bius yang menyerang sistem syaraf- dan kemudian memasang kamera melalui dua ponselnya dan menyerang korban. Satu ponsel diletakkan pada jarak jauh, satu lagi untuk jarak yang dekat.

Reynhard kerap mengambil barang-barang korban terutama ponsel yang ia jadikan sebagai trofi (kenang-kenangan). Jika para korban terbangun keesokan harinya, menurut salah satu korban, Reynhard akan menjelaskan bahwa semalam ia menumpang untuk mengecas ponsel dan meminta bermalam.

Dari sekian korban, banyak yang tidak tahu jika mereka adalah korban perkosaan Reynhard. Sebelum adanya dakwan. Karena dosis cukup besar yang diberikan kepada para korban memungkinkan mereka sama sekali tidak mengingat kejadian malam harinya.

Tindakan Reynhard terungkap saat salah satu korban tersadar, dalam keadaan telanjang Reynhard mencoba menindih tubuhnya dari belakang -dalam kondisi tengkurap. Segera ia melawan dan melaporkan kejadian itu. Namun Reynhard masih mencoba menyerangnya dan saat itu juga pria itu memukul pria kelahiran Jambi. Kejadian itu pada 2 Juni 2017 pagi hari.

Polisi yang datang segera menangkap pria itu dengan dugaan melakukan tindak kekerasan terhadap Reynhard. Reynhard yang sudah tidak sadarkan diri dibawa ke Rumah Sakit Manchester. Saat tersadar satu hari kemudian, ia meminta ponselnya pada polisi. Ia sempat memberikan nomor kunci ponsel yang salah ke polisi dan sempat merebut ponselnya itu. Dari ponsel inilah kemudian terungkap, Reynhard melakukan perkosaan terhadap pria yang memukulnya.

Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI London, Gulfan Afero, dalam wawancara dengan BBC mengatakan bahwa pihaknya pertama kali dikontak polisi Manchester pada 5 Juni 2017 setelah Reynhard dikenai dakwaan. Pihaknya kemudian mendapatkan izin untuk bertemu dengan Reynhard di penjara satu minggu kemudian.

Pihak KBRI selanjutnya mengikuti proses pra-peradilan bersama orang tua Reynhard, serta proses sidang selanjutnya sampai pengadilan tahap empat pada pertengahan Desember 2019. Ini dilakukan, menurutnya sebagai bentuk pendampingan untuk memastikan agar Reynhard mendapat keadilan dalam kasusnya.

Gulfan mengatakan pihaknya sempat bertemu beberapa kali dengan Reynhard. “Dia mengakui dia gay, dan dia memang menyatakan dari hati ke hati ke saya, dia melakukan hubungan seks dengan kurang lebih 200 orang dalam kasus ini,” kata Gulfan kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.

Gulfan mengatakan bahwa yang didakwaan polisi dengan amatan dari pihaknya hampir pada jumlah yang sama. “Jumlah ini, dalam pengamatan kami hampir klop dengan yang didata polisi berdasarkan bukti rekaman video 193 orang.”

Gulfan juga mengatakan bahwa hubungan seksual yang dilakukan antara Reynhard dengan korban-korbannya dilakukan atas dasar suka sama suka. “Reynhard menyatakan bahwa dia melakukan hubungan seks dengan para korban yang didata oleh pihak polisi tapi dia menyatakan hubungan tersebut suka sama suka, tak ada unsur paksaan, dan (tak ada) pemerkosaan,” tambahnya.

Dalam penyidikan, polisi tidak menemukan obat bius di apartemen Reynhard, namun Hakim Goddard dalam putusannya menyatakan kesimpulan logis yang dapat diambil setelah melihat video berjam-jam korban yang tidak sadar saat hubungan seksual itu, adalah bahwa Reynhard mencampur obat bius dengan minuman keras yang ditawarkan kepada korban.

Gulfan dalam pertemuannya dengan keluarga Reynhard memperoleh pernyataan bahwa keluarga Reynhard sama sekali tidak mengira anak sulung dari empat bersaudara mereka melakukan perbuatan jauh dari nalar.

“Reynhard digambarkan (pihak keluarga) sebagai anak yang baik, rajin beribadah, rajin ke gereja. Di sisi lain, Reynhard cerdas, lulusan arsitektur, dua magister di Universitas Manchester dan S3 di universitas Leeds,” kata Gulfan kepada BBC.

Hakim Goddard yang memimpin empat sidang kasus perkosaan berantai ini mengatakan menerima surat dari ibu dan adik perempuan Reynhard. “Saya telah membaca dua referensi dari ibu dan adik perempuan Anda. Mereka tak tahu bahwa Anda adalah pemerkosa berdarah dingin, licik dan penuh perhitungan,” kata hakim dalam putusan sidang kedua pada Juni 2019.

Gulfan yang bertemu tiga kali dengan Reynhard di penjara mengatakan, sama sekali jauh dari istilah terbebani ataupun stress. Sebaliknya ia justru tampak tenang dan mengerti kasus yang ia hadapi. “Dia tidak menyampaikan penyesalan karena dia menyatakan tidak bersalah dan tidak merasa terbebani atas kasusnya. Dia terlihat biasa biasa saja,” kata Gulfan.

Bahkan pria yang menyelesaikan program sarjana Jurusan Arsitektur pada 2006 itu tidak menunjukkan geliat gugup ataupun gelisah saat video rekaman perkosaan berukuran 3,29 terabytenya diputar di hadapan hakim dan juri. Sesekali, menurut laporan BBC, ia tampak tersenyum kepada penasihat hukumnya dan memainkan rambut yang sebahu.

Menurut BBC pula, video koleksi perkosaannya memiliki durasi yang variatif dari sekitar satu jam sampai lebih dari enam jam. Pejabat dari Unit Kejahatan Khusus Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussein bahkan mengibaratkan bukti video perkosaan yang direkam oleh Reynhard sendiri begitu banyaknya seperti layaknya “menyaksikan 1.500 film di DVD.”

Dalam catatan dalam skripsinya antara lain juga menyinggung seorang teman yang ia sebutkan mengetahui “the dark side of me” atau “sisi kelam diri saya”. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *