Maba Ditengah Pandemi
sumber foto: osc.medcom.id

Justisia.com – Akhir-akhir ini Covid-19 membawa banyak kesulitan bagi mahasiswa. Tidak terkecuali mahasiswa baru yang lagi semangat-semangatnya masuk kampus baru. Salah satu teman saya yang bernama Fatahul Huda, tahun ini diterima di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di IAIN Kudus. Beberapa bulan lalu saat masih masa pendaftaran, dia curhat susahnya mendaftar lewat jalur online yang minim tutorial. Saya sendiri ya lumayan paham karena tahun kemarin juga jadi mahasiswa baru, untungnya adik saya punya pengalaman mendaftar dengan sistem online juga, jadi ada yang bisa saya tanya. Untungnya teman saya tadi akhirnya diterima setelah tes dan registrasi yang minim tutorial juga. Ternyata setelah diterima, repotnya masih belum selesai juga gara-gara PBAK secara daring.
Beda dengan tahun lalu yang memakai sistem tatap muka, PBAK tahun ini terkesan “sepi”. Kampus yang seharusnya dipakai untuk kegiatan mahasiswa, tidak bisa dipakai oleh mahasiswa baru karena larangan mengadakan acara yang menimbulkan kerumunan. PBAK yang jane (seharusnya-pen) bisa dimanfaatkan oleh maba untuk membangun relasi, malah terasa hanya untuk mengenalkan kegiatan akademik saja yang terkesan formalitas. Tentu itu bukan berarti PBAK tidak berguna, akan tetapi apa bedanya PBAK dengan nonton live streaming di Youtube atau kegiatan belajar biasa yang diadakan setiap hari?
Salah satu teman saya, Tubagus, tahun ini menjadi penanggung jawab salah satu kelompok PBAK. Ia mengakui kalau PBAK tahun ini rata-rata kendalanya berhubungan dengan gadget. Ada beberapa anak maba yang bilang gawainya panas karena dipakai streaming terlalu lama, ada yang bilang kuota habis, pokoknya macem-macem lah. Kalau tahun-tahun lalu kendala yang dirasakan biasanya tentang pelaksanaan acara, pembagian tempat, dan kehadiran. Untuk tahun ini kendala seputar teknologi jadi lebih sering terdengar. Yah, mau bagaimana lagi, karena ada kekhawatiran jika ada kerumunan akan menimbulkan klaster baru, yang ujung-ujungnya dapat “teguran” dari atasan.
Selain pengenalan budaya akademik yang kurang maksimal, penerimaan anggota baru untuk UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) juga terkendala. Jika pada tahun-tahun lalu banyak stand yang berjajar di sekitar jalan-jalan fakultas, atau kakak-kakak tingkatan yang menebar senyum sambil antusias mempromosikan UKM mereka, ditahun ini semua itu hanya kenangan. Tahun ini promosi hanya bisa dilakukan lewat sosial media seperti Youtube, Instagram, dsb. Kesempatan mendapatkan kenalan baru yang sangat berguna bagi mahasiswa baru sangat banyak berkurang. Berkenalan lewat sosial media tentu terasa berbeda jika dibandingkan berkenalan secara langsung. Ditambah lagi, karena di kampus tidak ada KBM, mahasiswa baru juga tidak bisa survei lokasi markas masing-masing UKM. Ini menyulitkan para mahasiswa baru dalam memilih UKM.
Banyak juga fasilitas kampus yang tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal karena kuliah daring. Ali Mursidi, seorang mahasiswa baru prodi HKI yang diterima tahun 2020 ini mengaku baru sadar tentang masalah ini, ia baru tahu saat saya menanyakan ini. UKT mahal yang sudah dibayar mungkin tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Di Kampus UIN Walisongo belum ada kabar yang jelas apakah akan ada KBM secara tatap muka. Berbeda dengan beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam lain seperti IAIN Salatiga dan IAIN Kudus yang sudah memberlakukan sistem KBM tatap muka yang dikhususkan untuk maba.
Dalam kondisi pandemi seperti ini, setidaknya jika tidak mampu menyelesaikan, institusi pendidikan bisa mengurangi kesulitan mahasiswa. Memang, tahun ini mungkin tahun pertama kegiatan semacam PBAK dan KBM secara daring diadakan secara masal dan tidak mungkin ada kegiatan yang berjalan tanpa kendala. Pengalaman ini menjadi yang pertama bagi banyak institusi, terutama institusi pendidikan. Begitu banyak hal yang perlu dibenahi oleh para staff institusi pendidikan untuk mengurangi kesulitan mahasiswa. Jangan sampai kesulitan ekonomi yang dialami oleh mahasiswa di rumah masing-masing malah bertambah saat mahasiswa datang ke kampus dengan niat yang mulia untuk menuntut ilmu.
Penulis: Abdullah Salam M.
Editor: Sonia Khotmi Rosalina