Inkonsistensi Warga atas Kesepakatan Pembangunan Gereja di Tlogosari Kulon

Pembangunan gereja di jalan Malangsari No. 83 kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, kembali ditentang oleh warga sekitar.

Warga RW VII Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan sedang melakukan aksi unjuk rasa di depan Balaikota Semarang, Jumat (6/3/2020) / Kredit foto: Sidik

Semarang, Justisia.com – Pembangunan gereja di jalan Malangsari No. 83 kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, kembali ditentang oleh warga sekitar.

Warga Tlogosari yang terdiri dari RT 1, RT 2, RT 3, RT 4, RT 5, RT 6, RT 7, RT 8, RT 9, dan RT 10 melakukan unjuk rasa dengan tuntutan kepada Pemkot Semarang untuk menghentikan proses pembangunan gereja tersebut yang menurut mereka adalah ilegal, Jumat (6/3/2020).

Warga menilai, pendirian gereja yang terletak di kawasan RT 6 itu ilegal karena tidak mengantongi surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Bermula pada 1 Agustus 2019

Sebelumnya, penolakan terjadi pada 1 Agustus 2019, yang diikuti warga RT 3, RT 6, RT 7, RT 8, RT 10, dan sempat dimediasi Lurah Tlogosari Kulon, Eko Yuniarto.

Saat itu, seperti yang dimuat dalam Serat.id warga setempat, Nur Aziz, yang turut melakukan protes, menjelaskan alasan protes warga tersebut disebabkan adanya penipuan terhadap warga sekitar terkait perizinan IMB pembangunan gerjea pada tahun 1998.

Kala itu tujuh warga dimintai tanda tangan di kertas kosong oleh Sungkono –yang mereka anggap sebagai orang yang mengurus prosedur IMB Gereja-, awalnya sebagai bukti untuk menitipkan doa kepada isteri Sungkono yang kala itu sedang pergi haji.

“Waktu itu warga kami tidak tahu, tahu ketika muncul IMB pendirian pembangunan gereja, maka ketika itu kami protes,” ujarnya.

Usai protes tersebut pada tahun 1998, Aziz mengaku, kedua belah pihak sempat dimediasi oleh Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Semarang Timur, dan Pemerintah Kota Semarang. Hasilnya, menurut Aziz, saat itu Lurah meminta pihak gereja untuk mengajukan kembali IMB Gereja. “Saat itu pada tahun 1998 warga (pengurus jemaat gereja kristen) mencoba mediasi membuat proses IMB yang baru tapi gagal,” tuturnya kepada Serat.id.

Aziz menganggap IMB milik Gereja sudah kedaluwarsa karena tidak adanya aktivitas pembangunan sejak enam bulan setelah dikeluarkannya IMB.

Aziz meminta apabila pihak gereja untuk membangun gereja mereka harus mengajukan prosedur IMB kembali. “Kalau mau prosedural, (mengurus) prosedural yang benar, jangan tipu-tipu lagi,” ujarnya pada Kamis (1/8/2019).

Sempat ada titik temu

Namun, pada Selasa (6/8/2019) Walikota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan telah ada kesepakatan di antara pihak warga Tlogosari Kulon dengan pihak gereja.

Seperti yang diberitakan Detik.com, Hendi, sapaan Hendrar Prihadi, menyatakan bahwa ini hanya salah paham.

“Pak Aziz yang mewakili masyarakat, dan Pak Wahyudi yang mewakili Gereja hanya salah paham, sekarang semua telah bersepakat, pemerintah akan membantu izin, juga Kapolres, Dandim, Kepala Kemenag, dan FKUB akan mengawal pembangunan dengan baik,” ujar Hendi.

Hendi juga mengatakan, pihaknya sendiri yang akan menindaklanjuti terkait perizinan IMB.

“Dari kami mengurus KRK maksimal 15 hari, mengurus IMB maksimal 15 hari. Dengan begitu kan satu dengan yang lain tidak ada yang merasa dikalahkan, dan Alhamdulillah semua setuju. Saya rasa ini bisa menjadi role model,” jelas Hendi.

Aziz yang sempat protes juga mengatakan bahwa baik pihaknya dengan pihak gereja hanya salah paham.

“Hanya karena miss komunikasi dan kurang komunikasi. Bagi kami sudah tidak perlu mempermasalahkan lagi. Kami sepakat untuk menempuh jalur yang baik,” ujar Aziz.

Di sisi lain, dari pihak perwakilan gereja, Pendeta Wahyudi memastikan tidak ada lagi permasalahan atas pendirian gereja tersebut.

“Kami dengan Pak Aziz sudah sepakat tidak permasalahan, dan kami siap bersahabat. Ini sudah difasilitasi Pak Wali Kota dengan sangat luar biasa, sehingga yang sempat memviralkan mohon bisa di-close,” terangnya.

Dandim 0733 BS, Zubaedi dan Kapolrestabes Semarang, Abiyoso Seno Aji, juga mengatakan tidak ada lagi permasalahan terkait pendirian gereja di jalan Malangsari itu.

“Saya berterima kash kepada Pak Wali Kota, karena setiap persoalan bisa diselesaikan dengan musyarawah. Kepolisian dan TNI bersinergi untuk mendukung kebijakan Pemerintah Kota Semarang,” kata Abiyoso.

Penolakan kedua masih soal IMB

Melalui surat pemberitahuan untuk melakukan aksi unjuk rasa yang ditujukan kepada Polrestabes Semarang, tuntutan warga dari sepuluh RT itu masih sama, yakni perihal pembangunan gereja yang tidak mengantongi surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Tuntutan: memohon kepada Pemkot (Semarang) untuk menghentikan proses pembangunan ilegal yang tidak ber-IMB yang terletak di jalan Malangsari no. 83,” seperti tertulis dalam surat pemberitahuan.

Penolakan yang diikuti oleh sekitar 300 warga itu dipimpin oleh Nur Aziz dan ketua RT dari masing-masing RT di RW VII, dengan melakukan aksi jalan kaki dari jalan Malangsari No. 22 menuju jalan Malangsari No. 83, tempat di mana gereja dibangun, dan melakukan orasi di sana.

Setelah melakukan orasi di depan gereja, mereka melanjutkan aksi dengan jalan kaki ke depan Balai Kota Semarang untuk melakukan orasi di sana.

Dari pihak Walikota Semarang tampak tidak menemui massa aksi hingga bubarnya aksi. Dan aksi unjuk rasa selesai bersamaan dengan selesainya orasi. (Fajri, Sidik/ A)

Reporter: Fajri, Sidik
Penulis: Fajri
Editor: Afif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *