Infeksi Corona dan Ekonomi Global

Oleh : Andi Evan Nisastra

Virus Corona atau 2019-nCoV yang mulai terdengar sejak Desember 2019 lalu memakan banyak korban dan menginfeksi tidak sedikit orang.

Walaupun angka mereka yang sembuh juga terus bertambah. Lantas bagaimana Corona ini menginfeksi ekonomi masyarakat dunia?.

Banyak yang mengatakan bahwa Corona berasal dari pasar hewan di daerah Wuhan sebagaimana yang dilaporkan media pemerintah Cina. Kemudian menular di antara masyarakat setempat yang mengkonsumsi kelelawar dan ular yang dijual di pasar tersebut. Memang secara kebetulan juga orang-orang yang pertama kali dinyatakan terjangkit virus-virus ini adalah para pemilik kios di pasar hewan itu.

World Health Organization (WHO) mengatakan adanya kemungkinan ini. Tetapi masih sebatas kemungkinan. Ada juga yang mengatakan bahwa virus ini mendatangi pasar, bukan datang dari pasar. Para peneliti pun masih belum bisa memastikan dari mana sebenarnya virus ini berasal.

Sebenarnya asal muasal ini lebih kompleks dan harus ada penelitian lebih lanjut. Daniel Lucey, Spesialis penyakit menular Univeritas Georgetown, mencatat bahwa kasus ini dilaporkan pertama kali muncul pada 1 Desember 2019. Dengan masa inkubasi (masa dari saat penyebab penyakit itu masuk ke dalam tubuh hingga ke saat timbulnya penyakit) selama 14 hari. Maka ada kemungkinan infeksi ini berawal sejak November 2019.

Sayangnya penanganan yang terlambat oleh Pemerintah China memetik banyak kritik dan kecaman. Virus Corona mulai ditangani secara massif setelah viral. Seviral-viralnya, meminjam ungkapan Dahlan Iskan dalam tulisannya. Pada 20 Januari 2020 akhirnya pemerintah pusat China mengambil alih. Memerintahkan upaya tegas untuk menghentikan virus dan penyebaran informasi yang tepat waktu. Itu pertama kali Presiden Xi Jinping berbicara terkait Corona secara terbuka.

Bukan tanpa alasan. Tanggal 25 Januari kemarin bertepatan Tahun Baru Imlek, masyarakat China sedang mempersiapkan mudik dan perayaan hari raya mereka. Virus Corona datang di waktu yang salah. Sebagaimana hari raya Idul Fitri di Indonesia. Saat tahun baru Imlek di China pun konsumsi masyarakat menanjak cepat.

Pemerintah China sendiri sejatinya memperkirakan bahwa akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Imlek kali ini. Harapan itu sayangnya harus kandas. Yang ada malah banyak wilayah China yang dikarantina demi mengurangi penyebaran virus corona.

Riset dari Standard & Poor’s (S&P) menyebutkan bahwa pada tahun 2019, konsumsi menyumbang sekitar 3,5 persentase poin dari pertumbuhan ekonomi China yang 6,1%. Dengan perkiraan konsumsi domestik turun 10%, maka pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan akan berkurang hingga 1,2%. Jadi, kalau pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini diperkirakan berada di level 6%, maka virus Corona akan membunuh yang 1,2% sehingga menjadi 4,8% saja.

Libur Tahun Baru China pun diperpanjang oleh Pemerintah. Setidaknya 24 provinsi, kota, dan wilayah di China meminta kepada perusahaan-perusahaan untuk menghentikan operasional hingga setidaknya 10 februari. Bahkan di provinsi Hubei yang terdampak paling parah oleh virus Corona meminta ke perusahaan tersebut hingga 14 Februari.

Awal bulan Februari ini seperti yang dikutip CNBC Indonesia, perusahaan-perusahaan raksasa dunia banyak yang mengumumkan untuk menutup sementara semua kantor, pabrik dan toko ritel yang ada di China.
Perusahaan seperti Apple, Samsung, Microsoft, Tesla dan Google. Yang terakhir bahkan juga menutup kantornya di Taiwan dan Hongkong.

Para ahli pesimis dengan memperingatkan pelanggan agar bersiap atas kekurangan pasokan smartphone, headset VR, mobil dan aksesori teknologi. Foxconn dan Pegatron di China sebagai penanggung jawab perangkat elektronik Apple  diperkirakan menunda produksi iPhone dan AirPod. Facebook berhenti menerima pesanan headset Ocullus Quest VR. Tesla menunda pengiriman Model 3. Tak terkecuali perusahaan asli China seperti Oppo, Xiaomi, Lenovo dan Huawei.

Nicole Peng, analisis seluler Canalysis mengatakan bahwa perusahaan yang bergantung pada Hubei akan menjadi yang paling menerima dampak, seperti Lenovo.

Selain sektor teknologi, banyak sektor yang juga terinfeksi Virus Corona. Delta Airlines menangguhkan hingga 30 April 2020, American Airlines, bahkan United Airlines yang memiliki layanan terbanyak ke China dari semua maskapai AS mengatakan akan menangguhkan penerbangan ke berbagai daerah di China hingga 28 Maret 2020.

Sektor hiburan juga terkena. Taman Disneyland di Sanghai dan Hongkong juga menutup layanannya hingga pemberitahuan lebih lanjut. Karnaval Cruises, MGM Resorts semuanya juga mati suri akibat Virus Corona. Sedangkan dari sektor otomotif dan Industri seperti Ford Motor, VW, BMW dan Toyota yang ada di China mengalami hal serupa.

Pembuat mobil terbesar kelima di dunia, Hyundai terpaksa menutup pabriknya di Korea Selatan karena kekurangan pasokan dari China. Analisis industri mengatakan dampak wabah virus Corona terhadap sektor penjualan dan pengadaan suku cadang mobil bisa lebih besar daripada dari wabah SARS di tahun 2003. Karena global memang banyak bergantung kepada pemasok China.

Apa yang saya tulis di atas merupakan dampak sektor riil yang disebabkan oleh virus Corona. Lantas bagaimana keadaan Pasar Modal? Setelah libur panjang Imlek, Index Sanghai Composite mengawalinya pada 3 Februari kemarin langsung terjun bebas hampir 9%. Kapitalisasi pasar senilai US$ 420 Miliar atau Rp. 5.800 Triliun menguap.

Untung saja Bank Sentral China memberi vaksin senilai US$ 174 Miliar kepada pasar agar tidak jatuh terlalu dalam sehingga ditutup koreksi 7,72 %. Indeks Saham Taiwan (TWSE) dan Hong Kong (Hang Seng) juga merosot 5,75.

Jika dibandingkan dengan kondisi Pasar Modal ketika Virus SARS menyerang di tahun 2002 hingga pertengahan 2003, efek Virus Corona lebih parah. Saat itu Bursa Sanghai dan Hang Seng mengalami penurunan 3,04% dan 2,58%.

Walaupun begitu hingga pada tanggal 6 Februari, Bursa Cina kembali merangkak dan dua hari berturut-turut hijau. Seiring dengan laporan media bahwa ilmuan sedang mengembangkan virus corona. Index Sanghai naik di titik 0,31%. Namun tak sepertndex Sanghai naik di titik 0,31%. Namun tak seperti bursa saham, kurs Yuan Cina masih terus melemah hingga 162 poin menjadi 6,9985 terhadap dolar AS.

Sayangnya pada tanggal 10 Februari kemarin, bursa-bursa asia turun serentak di zona merah. Nikkei turun 0,82%, Hang Seng jatuh 1,14%, Sanghai melemah 0,54%, Straits Times terrpangkas 1,19%, dan Kospi terkoreksi 1,23%. Bahkan Wall Street pada akhir januari kemarin juga sempat tersandung dan kehilangan lebih dari 600 poin.

Hal ini berkaitan dengan pelarangan pemasuk warga negara asing yang sudah melakukan perjalanan ke Cina dan pengaruh dari konfirmasi kasus di Inggris serta keadaan darurat di Italia. Pada akhirnya, Virus Corona yang menyerang cina juga akan berdampak pada dunia.

Dampaknya pada perekonomian dunia seperti flu. Cepat menular tetapi tidak langsung mematikan. Bursa Amerika dan Asia memang sempat tertular. Tapi itu tak akan lama. Selasa 11 Februari kemarin, Wall Street mulai optimis dan merangkak naik. Bursa Asia juga kompak naik. Walaupun masih berpotensi awet melambat.

Sumber tulisan:
tirto.id
merdeka.com
cnbindonesia.com
detik.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *