Cogitu Ergo Sum dan Sebuah Kepastian
Foto: sapaviva.com

Cogitu Ergo Sum (saya bepikir maka saya ada) begitulah frase yang diungkapkan Rene Descartes, sebuah pemikiran yang ia hasilkan melalui sebuah keraguan. Yang mana, pada awalnya ia digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran skolastik dalam menghadapi hasil ilmu-ilmu pada renaissance.
Untuk memperoleh kebenaran yang pasti, ia berpendapat bahwa dalam mempelajari filsafat diperlukan metode tersendiri agar hasilnya benar-benar logis.
Descartes disebut sebagai tokoh filsuf dan matematikawan. Selain itu, ia juga dikenal sebagai bapak filsafat modern di akhir abad pertengahan yang menghasilkan banyak karya seperti: Dicours de La Methode, Meditations de Prima Pyhilosophia, pengetahuan yang pasti, ontologi tuhan dan benda, maupun mengenai metafisika.
Descartes dilahirkan pada tanggal 13 Mei 1596 di sebuah kota bernama La Haye, Touraine, Perancis. Ia bersekolah di Jesuit College of La Fleche antara tahun 1606-1614.
Pada umur dua puluh tahun ia mendapatkan gelar ahli hukum dari Universitas Poitiers walaupun ia tidak pernah mempraktikan ilmunya sama sekali. Ia mempunyai pemikiran bahwa tidak ada ilmu apapun yang bisa dipercaya tanpa ilmu matematika.
Kemudian ia mengambil keputusan untuk berkelana keliling Eropa untuk mengumpulkan apa saja yang dianggap merupakan metode umum untuk menemukan sebuah kebenaran dalam ilmu pengetahuan.
Dalam perjalanannya, ada ungkapan yang terkenal dan bahkan saat ini sering dipelesetkan dengan berbagai macam pernyataan yaitu Cogitu Ergo Sum (saya berpikir maka saya ada).
Dari pernyataan tersebut, adalah kalimat yang dapat diartikan bahwasanya satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah kebenaran seseorang sendiri. Keberadaan ini dapat dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berpikir sendiri.
Descartes ingin mencari kebenaran dengan pertama-tama meragukan semua hal. Ia memulainya dengan meragukan keberadaan benda-benda yang berada di sekitarnya. Bahkan juga ia meragukan keberadaan dirinya sendiri.
Descartes berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya sendiri, menurutnya ia telah membersihkan dirinya dari semua prasangka negatif yang mungkin dapat menuntunnya kearah jalan yang salah.
Ia takut bahwa mungkin jika berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Menutnya, mungkin saja bahwa pikiran seluruh manusia pada hakekatnya tidak membawan menuju kebenaran, namun sebaliknya membawa kepada kesalahan.
Artinya ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya kepada jalan yang salah.
Dari sinilah, Descartes tiba-tiba sadar bahwa bagaimana pun pikiran itu hal yang dapat mengarahkan diri kepada kesalahan.
Walaupun begitu, ia tetaplah bepikir. Inilah satu-satunya yang jelas dan inilah satu-satunya yang tidak mungkin salah. Dengan demikian, Descartes sampai pada yang ia pahami bahwasanya ketika saya berpikir, maka saya ada (Cogito Ergo Sum).
Setelah menemukan kebenaran yang kokoh, Descartes terus menelusuri landasan yang telah ditemukannya itu. Ia mengungkapkan Cogito Ergo Sum yang menunjukan arti bahwa akal budi pemikiran adalah sumber, khalik, ukuran, serta norma dari segala kebenaran tentang tuhan, manusia dan dunia.
Untuk Kepastian
Descartes yakin bahwa apabila rasio manusia mengikuti hukum-hukum logikanya sendiri, maka rasio sanggup memberi jawaban atas pernyataan yang terdalam dari hati manusia tentang tuhan, manusia itu sendiri dan alam. Rasio (berpikir) ditempatkan pada tempat yang tinggi dan rasio diberi kedaulatan mutlak.
Cogito Ergo Sum merupakan cara mengetahui apa yang membuat keyakinan itu pasti. Saya perhatikan bahwa dalam dalil saya berpikir jadi saya ada, tak ada satu pun yang menjamin kebenarannya selain apa yang saya lihat dengan jelas bahwa untuk berpikir, saya harus ada.
Kemudian di saat saya ragu-ragu bahwa eksistensi saya tidak sempurna dan karena saya melihat dengan jelas bahwa mengetahui merupakan kesempurnaan yang lebih besar daripada keraguan, maka saya memutuskan untuk mencari dari mana saya telah belajar untuk memikirkan sesuatu yang sempurna dari pada saya.
Dengan mudah Descartes dapat mengetahui bahwa kesempurnaan pasti ada melalui sesuatu yang kodratnya memang lebih sempurna yaitu Tuhan. Lewat penulusuran ini ia bisa menemukan bahwa Cogito Ergo Sum ini merupakan cara supaya bisa membuktikan eksistensi Tuhan itu.
Dalam membuktikan eksistensi tuhan, ia mengatakan bahwa dalam rasio manusia terdapat tiga ide bawaan.
Pertama, ide pemikiran. Karena saya mengerti diri saya sebagai makhluk yang berpikir, maka harus diterima bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
Kedua, ide Tuhan sebagai wujud yang seluruhnya sempurna. Maka, dapat kita simpulkan bahwa mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya, wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada tuhan. Karena tuhan itu sempurna.
Ketiga, ide keluasaan. Saya mengerti materi sebagai keluasaan atau eksistensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli ilmu ukur.
Dari tiga ide di atas, Descartes menyakini bahwa salah satu ide bawaan yang dimiliki manusia itu menjamin eksistensi tuhan itu. Ide itu adalah ide sempurna. Tuhan yang sempurna adalah tuhan yang eksis pada ide dan kenyataan.
Dengan demikian, ide kesempurnaan yang ada dalam kesadaran manusia justru menjadi jaminan bagi eksistensi tuhan itu. Karena itu haruslah ide itu benar, karena itu merupakan pemberian dari Yang Maha Benar.
Benang merah dari subtansi pemikiran Rene Descartes mengenai Cogito Ergo Sum dianggap sebagai sebagai fase yang paling penting dalam filsafat Descartes.
Aku yang sedang berpikir adalah subtansi yang seluruh tabiat dan hakikatnya terdiri dari pemikiran.
Descartes berpendapat bahwa dalam diri saya terutama dapat ditemukan tiga ide bawaan. Ketiga ide sudah ada pada diri saya sejak lahir yaitu pemikiran, tuhan, dan kekuasaan.
Penulis: Muhammad Arsani, Mahasiswa Jurusan Akidah dan Filsafat Islam UIN Antasari Banjarmasin.