Body Shaming, Luka Yang Tak Berdarah
kredit foto: bradfordera.com

Oleh: Nur Hikmah
Justisia.com-Menyerang untuk menyakiti orang lain tidak hanya dilakukan dengan cara memukul ataupun mengahajarnya akan tetapi juga bisa dilakukan hanya lewat ucapan saja baik itu dilakukan secara langsung ataupun secara maya yakni menggunakan media sosial. Kedua cara menyakiti orang lain ini sama-sama menyakitkan dan membuat orang yang mengalami hal tersebut tidak tenang. Pada tulisan ini penulis tidak akan membahas tentang menyakiti orang lain secara fisik akan tetapi akan lebih menyinggung terkait menyakiti orang lain dengan cara verbal.
Membicarakan orang lain berdasarkan bentuk tubuhnya dapat dikategorikan dalam bullying. Tindakan ini populer juga dengan sebutan body shaming. Bagi mereka yang melakukan body shaming mungkin akan menganggapnya dengan hal yang lumrah dan sama sekali tidak berdampak bahkan akan menganggapnya hanya sebagai lelucon belaka berbeda jadinya jika kita melihat dari kacamata orang yang mengalami body shaming mereka akan mendapatkan hal yang buruk seperti depresi.
Komentar yang menjurus ke body shaming tidak selalu bernada tinggi dan kasar akan tetapi juga disampaikan dengan nada yang begitu halus atau santai. Berikut adapun perkataan yang menjurus terhadap body shaming yang akan membuat seseorang tidak percaya diri dengan tubuhnya (melansir dari skata.info) adalah sebagai berikut:
1. “Yakin kamu mau makan sebanyak ini?”
2. “ini sih one pack, bukan six packs
3. “Ihh kok kamu makin item yaa?”
4. “Kurusan ya? Pantesan lebih cetar!”
5. “Hidungnya bisa buat napas kan?”
6. “Kamu nggak mengalami pertumbuhan ya? Tingginya segitu-gitu saja”
7. “Melek dong, jangan tidur mulu” (lawan bicaranya memiliki mata sipit)
8. Dst.
Orang yang sering menerima perlakuan body shaming rentan akan mengalami gangguan kesehatan mental. Dilansir dari website halodoc.com adapun dampak kesehatan mental dari body shaming yaitu:
1. Anoreksia, gangguan ini termasuk ekstrem yakni terjadi untuk menurunkan berat badan yang disebabkan perlakuan buruk terhadap penampilannya. Orang yang mengalami anoreksia akan berusaha keras agar tubuhnya menjadi kurus walau berat badan sudah banyak berkurang, mereka berusaha keras membatasi porsi makan seminimal mungkin atau bahkan mengkonsumsi obat-obatan seperti pencahar dan penekan nafsu makan. Singkatnya penderita anoreksia sangat terobsesi dengan tubuh yang kurus.
2. Binge Eating Disorder (BED), merupakan gangguan makan dengan ciri yang berkebalikan dengan anoreksia di mana penderitanya sering makan dalam jumlah yang begitu banyak dan sulit untuk menahan keinginan untuk makan. BED berpotensi menimbulkan penyakit serius seperti obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, bahkan penyakit jantung.
3. Depresi, orang yang sering mengalami body shaming berpotensi dapat mengalami depresi. Hal tersebut dapat menyebabkan orang yang mengalaminya memiliki rasa cemas, takut, tidak percaya diri, tidak stabil secara emosional dan khawatir yang parah. Selain itu, memiliki perasaan tidak mempunyai harapan dan semangat hidup juga dapat terjadi. Yang berakhir pada keinginan untuk bunuh diri.
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan body shaming terhadap orang lain. Yang akan mengakibatkan orang yang mengalaminya tidak bisa berdamai dengan diri sendiri. Oleh karena itu, perlu untuk menyaring perkataan yang akan dilontarkan kepada lawan bicara agar tidak menyinggung perasaan orang lain.
Hemat penulis orang yang melakukan body shaming adalah orang yang menggurui bentuk tubuh orang lain dan secara tidak sengaja menghina Tuhannya sebab dia tidak mensyukuri dan menyadari bagaimana Tuhan menciptakan makhluk-Nya dengan sangat lihai dan rupa yang begitu baik. Tuhan mencipatakan manusia dengan rupa yang berbeda-beda dan berasal dari bangsa-bangsa dan dari suku-suku yang berbeda pula semata-mata untuk saling mengenal sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an surah Al-Hujurat ayat 13.
Bisa dibayangkan jika semua manusia memiliki rupa yang sama lantas bagaimana cara kita untuk mengenal? yang ada kita akan kesulitan untuk membedakannyakan? dan itu justru akan memperumit keadaan bukan? Yaa mungkin setiap orang akan menggunakan tanda untuk membedakan dirinya dengan dan orang lain? Dan rasa ingin mengenal satu sama lain pun tidak ada karena rupa yang sama, jika itu terjadi bisa saja kata perkenalkan tidak dipakai lagi dalam kelas. Sungguh bukankah ini begitu menggelitik?.
Perbedaan ada bukan untuk disesali tapi untuk mengenal dan disyukuri. Untuk pembaca yang arif mari kita mulai dari diri sendiri untuk tidak melakukan body shaming terhadap orang lain dan jika anda membagikan tulisan ini secara tidak langsung anda juga mengajak orang lain untuk tidak melakukan body shaming. Mari bersama katakan dengan lantang “STOP BODY SHAMING“.