Titik Rahmawati: PSGA Siap Advokasi Korban Kekerasan Seksual

Semarang-justisia.com-Organisasi Perempuan Muda Bersuara bersama dengan LPM Justisia menggelar diskusi RUU PKS dengan tema “RUU PKS dan Sharing Advokasi Kampus”, Jumat (29/11/2019).

Diskusi tersebut merupakan diskusi terakhir dari rangkaian jadwal diskusi tentang RUU PKS. Acara pada sore hari itu diselenggarakan di Joglo Cafe dan mendatangkan ketua PSGA LP2M UIN Walisongo, Titik Rahmawati M. Ag., sebagai pembicara.

Acara diskusi tersebut langsung dimulai dengan pemaparan materi tentang advokasi kampus yang dimoderatori oleh Dini, anggota Muda Bersuara.

Dalam pemaparannya, ketua PSGA UIN Walisongo menyampaikan bahwa pendampingan terhadap penyintas (korban) kekerasan seksual sangatlah penting.

“Korban yang tidak dilindungi seperti sudah jatuh tertimpa tangga,” paparnya saat diskusi.

Maka dari itu, beliau juga menjelaskan tentang tata cara pendampingan yang benar terhadap korban dan dampak negatif dari pendampingan yang kurang tuntas. Karena pendampingan yang kurang tuntas bisa menyebabkan korban menjadi putus asa ataupun berubah menjadi pelaku.

Langkah Baru PSGA

Setelah dilantik pada tanggal 2 September lalu, Titik sudah mengatur gerakan-gerakan untuk menjadikan PSGA UIN Walisongo menjadi lebih baik.

Setelah melakukan sosialisasi, PSGA akan memastikan segala hal yang dapat meningkatkan PSGA, seperti sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana. SDM yang pemikirannya adil gender dan tidak menyalahkan korban yang sangat penting.

“Pada kenyataannya yang pikirannya tidak adil gender itu masih banyak,” ujarnya.

Sehubungan dengan dikeluarkannya peraturan dari Dirjen Pendis Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, PSGA akan membuat flayer tentang penghapusan kekerasan seksual sebagai bentuk advokasi media.

Bukan hanya itu, PSGA juga akan membuat web yang mudah diakses para mahasiswa dan dosen.

“Kita justru sepakatnya bikin web, di dalam portal UIN itu (akan) ada web khusus PSGA yang kemudian kawan-kawan mahasiswa atau dosen bisa mengakses informasi terkait pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual,” jelasnya.

PSGA UIN Walisongo juga akan melakukan jejaring dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang advokasi, karena PSGA masih di tahap awal dan belum bisa mandiri secara utuh. Meski masih di tahap awal, Titik menyampaikan bahwa PSGA siap mengadvokasi para korban kekerasan seksual yang ada di kampus.

Tantangan dan Hambatan

Menjadi penggerak keadilan gender dan anak tidak semudah membalikkan telapak tangan, PSGA pun memiliki tantangan dan hambatan dalam menjalankan tugasnya.

Tantangan pertama timbul dari kalangan yang tidak sepakat dengan gerakan-gerakan PSGA yang mengadvokasi korban kekerasan seksual. Ketidaksepakatan tersebut muncul karena adanya seseorang yang merasa tidak nyaman dengan kondisi advokasi.

“Maksudanya yang tadinya (pelaku) merasa aman nyaman, kemudian ‘terganggu’, itu tantangan pertama,” tutur Titik saat ditemui setelah diskusi selesai.

Tantangan kedua adalah memastikan bahwa pengambil kebijakan memiliki rasa keberpihakan kepada korban. Jadi, ketika PSGA melakukan advokasi, kasus dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan-kebijakan pimpinan yang lebih tinggi untuk memberikan keputusan terhadap pelaku dan juga perlindungan terhadap korban.

Sedangkan hambatan yang dirasakan adalah, ketika PSGA didesak untuk menindak sesuatu kasus yang belum jelas kasusnya.

“Seperti disuruh membeli kucing dalam karung, saya tidak tahu bentuk dan warnanya tapi disuruh membelinya,” perumpamaan Titik dalam menggambarkan hambatannya.

Sebagai ketua PSGA UIN Walisongo, Titik siap menghadapi tantangan, hambatan dan resiko yang ada. Karena menurutnya PSGA adalah bagian warisan baik yang harus dijaga eksistensinya, bahkan harus bisa mengembangkan pelayanan PSGA menjadi lebih baik lagi.

“Harus siap resiko, barangkali mendapatkan cibiran, bully, itu bagian resiko berpihak ke keadilan gender, ya harus mau di dalam posisi tidak enak seperti itu,” ungkapnya.

Reporter: Ayu
Penulis: Ayu
Editor: Harli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *