Pesona Makam dan Masjid Sunan Sendang Duwur

Foto: Ayu

Makam adalah tempat pemberhentian terakhir di dunia untuk setiap makhluk yang meninggal dunia. Tempat pemakaman juga berfungsi sebagai pengingat bahwa setiap makhluk akan meninggal dunia. Tempat pemakaman biasanya identik dengan kesan horor dan mistis. Tapi mungkin presepsi itu agak terkikis jika berziarah ke makam Sunan Sendang Duwur, makam Sunan yang memiliki nama asli Raden Noer Rahmad ini terletak di desa Sendang Duwur Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

Keunikan Makam Sunan Sendang Duwur

Makam Sunan Sendang Duwur ini memiliki suasana yang berbeda dengan makam-makam biasanya. Ketika kita akan masuk ke area makam, kita akan disambut dengan gapura besar berbentuk tugu bentar dan gapura bagian dalam berbentuk paduraksa seperti di area kerajaan pada zaman dahulu. Di makam juga terdapat dua buah batu hitam berbentuk kepala yang menghiasi kedua dinding penyangga cangkup. Di setiap bangunan juga ada relief yang berbeda-beda.

”Jauh sebelum Sunan Sendang datang, ini (makam) adalah Pura, tempat sesembahan masyarakat hindu pada waktu itu.” Ungkap Saifullah.

Kemudian datang Sunan Sendang Duwur, beliau tidak menghancurkan pura tersebut tetapi beliau merubah relief-relief yang bertentangan dengan Islam, kemudian diganti bentuknya dengan relief-relief yang tidak bertentangan dengan Islam. Seperti: buaya diambil kepalanya saja, dll.

”Tempatnya masih difungsikan tapi bukan untuk beribadah melainkan digunakan untuk makam.” Jelas ketua Pokdarwis Sendang Duwur tersebut.

Makam Sunan Sendang Duwur berada di tempat yang paling tinggi dari makam lainnya. Jadi ketika kita memasuki area pemakaman lebih dalam maka, kita akan disuguhi oleh pemandangan yang indah karena posisi makam di dataran tinggi.

Masjid Terbang

Di samping makam juga ada masjid Nur Rahmat yang memiliki sejarah unik. Masjid tersebut menurut legenda adalah masjid dari Jepara yang dipindahkan oleh Sunan Sendang Duwur dengan waktu semalam saja.

Saifullah juga menceritakan tentang legenda masjid yang beredar di daerah Sendang Duwur. Ketika Sunan Drajat memerintahkan Sunan Sendang Duwur membangun masjid, Sunan Sendang dalam keadaan tidak mempunyai biaya. Sehingga Sunan Drajat mengutus  Sunan Sendang datang ke Mantingan, Jepara yang saat itu memiliki masjid yang bagus. Masjid tersebut dimiliki oleh Ratu kalinyamat istri dari Sultan Hadlirin/Hadiri (Sultan pertama di Jepara dan juga seorang waliullah), yang pada  saat itu sudah meninggal.

Sunan Sendang Duwur langsung mendatagi Ratu Kalinyamat untuk mengutarakan maksud ingin membeli masjid tersebut. Saat pertama kali mengutarakan maksud tersebut Ratu Kalinyamat tidak terima karena masjid tidak bisa diperjual belikan. Tapi Sunan Sendang tidak putus asa untuk menjalankan perintah dari Sunan, beliau mengabdi di masjid tersebut sebagai ta’mir masjid.

Akhirnya Ratu Kalinyamat berubah pikiran, Ratu Kalinyamat memberikan syarat seperti sayembara yang pernah diadakan oleh suaminya ”kamu boleh membawa masjid ini dengan syarat dapat membawa masjid ini seketika dalam keadaan utuh tanpa bantuan orang lain.” Kemudian Sunan Sendang izin pulang sebentar kepada Ratu Kalinyamat. Beliau beriadat atau bertapa di pegunungan Sedayulawas, tepatnya gunung Menjuluk. Setelah itu beliau kembali ke Mantingan. Dengan izin Allah, beliau membaca basmalah dengan menghentakkan kaki sebanyak tiga kali dan terbanglah masjid tersebut. Ada juga legenda lain tentang cara Sunan Sendang membawa masjid tersebut.

Masjid itu pun masih berdiri kokoh di bukit Amitunon, desa Sendang Duwur. Di masjid Nur Rahmat tersebut terdapat candrasengkala yang berbunyi ”Gunaning Sariro Tirto Hayu”yang menunjukkan angka tahun 1483 Saka atau 1561 Masehi. Masjid Nur Rahmat tersebut masih berdiri kokoh, meski sudah pernah diperbaiki tapi tidak merubah kekhasan masjid tersebut yang memiliki ukiran khas Jepara.

Makam dan masjid tersebut masih terawat dengan baik sampai sekarang. Sekarang masjid tersebut dalam tahap pembugaran, agar dapat menampung lebih banyak jama’ah.

”Di sektiar masjid dan makam sudah ada petugas untuk bersih-bersih. Tugas masyarakat ya menjaga kebersihan lingkungan.” Tutur Mulyadi, masyarakat Sendang Duwur.

Karena bersihnya area makam dan masjid itulah salah satu alasan pengunjung mendatangi makam dan masjid tersebut. Makam dan masjid tersebut tidak pernah kehilangan pengunjung, ada yang ingin berziarah atau hanya mempelajari sejarah. (Rep:Ayu/Red:sst)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *