Muda Di Masa Tua

infografik : haidar
Semarang Justisia.com . Pria kelahiran Cirebon enam dekade silam mengikhlaskan tangannya untuk disalami oleh ratusan tamu yang memadati Auditorium II Kampus III UIN Walisongo Semarang. Sesekali panitia disamping kirinya memberhentikan antrian untuk melakukan foto bersama dengan kolega atau muridnya secara bergantian.
Ia baru saja menerima penghargaan Doktor Kehormatan bidang Tafsir Gender dari UIN Walisongo Semarang. Pidato pengukuhannya berjudul “Tafsir Gender Persfektif Maqashid” ia presentasikan dihadapan sidang senat.
“Penghargaan ini membuktikan bahwa kebenaran akan muncul dan dihargai. (Anggapan orang) saya tidak punya argumentasi secara ilmiah nyatanya orang memberikan ini karena karya-karya saya sangat ilmiah ,bukan ingin popular,” ungkapnya.
Diumurnya yang sudah tidak muda lagi, tak terlihat raut muka letih setelah mengikuti rangkaian acara pengukuhan semenjak pukul 08.30. Setelah ia keluar dari Auditorium, langsung menyambung pembicaraan dengan Wakil Rektor I, Musahadi Wakil Rektor II Imam Taufik, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Abu Hapsin, Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad, Dekan FUHUM Mukhsin Jamil dan Cendikiawan Muslim Ulil Abshar Abdalla di ruang transit.
Pendiri Fahmina institute riang menyambut kawan bicara. Kami menunggu di luar transit beserta wartawan lain dan berkoordinasi dengan panitia demi mendapatkan waktu bertemu. 45 menit kemudian kesempatan itu datang. Kami pun masuk dan disambut senyum oleh Buya Husein.
“Menjadi aktivis di usia senja kuncinya semangat. Saya sedang membangun relasi kemanusiaan sebagai misi profetik. Membebaskan manusia dari cengkraman kebodohan dan penindasan. Kita harus bersama-sama menciptakan dunia baru yang berpengetahuan dan berkeadilan,” kata Alumnus Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an Jakarta.
Semangatnya memperbaharui pengetahuan menjadi tujuan yang mulia. Tak canggung-canggung ia mengakui bahwa dirinya seorang tektualis di masa lalunya.
“Perubahan dari diri saya yang tradisionalis dan tekstualis. Lalu dihadapkan pada fakta-fakta sosial. Melihat perempuan menjadi korban kekerasan di segala ruang. Kenyaatan itu memanggil saya untuk melancarkan misi profetik. Di dalam al-Quran banyak ayat-ayat perempuan dan perbudakan,” tegasnya.
Perkenalannya dengan aktivis di akhir tahun 80-an. Aktivis P3M Masdar F. Masudi, Faqihuddin, dan Fandi Mochtar memberikan satu kenyataan bahwa melihat satu permasalah tidak hanya dari satu sudut.
“Mengapa perempuan tidak berjilbab ? Bukan tentang dosa saja melainkan ada tinjauan kebudayaan dan lainnya,” kenangnya.
Sepak terjangnya menjadi ulama cum aktivis dibarengi karya-karya yang melimpah. Tercatat mantan Komisioner Komnas Perempuan itu telah menuliskan 23 buku semejak usia 47 tahun. Fiqh Perempuan Kiyai atas Wacana Agama dan Gender (2001), Wajah Baru Relasi Suami Isteri Telaah Kitab Uqud al-Lujain (2001),Islam Agama Ramah Perempuan, Pembelaan Kiyai Pesantren (2009), Spritualitas Kemanusiaan, Perpektif Islam Pesantren (2005), Dawlah Fiqh Perempuan, Fiqh Anti Trafiking (2007), Fiqh HIV/Aids ; Pedulikah Kita (2010), Ijtihad Kiyai Husein; Upaya Membangun Keadilan Gender (2011), Fiqh Seksualitas, Mengaji Pluralisme Kepada Maha Guru Pencerahan (2011), Sang Zahid Mengarungi Sufisme Gus Dur (2012), Menyusuri Jalan cahaya (2013), Kidung Cinta Kearifan (2014)
Memilih Jomblo (2015), Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus (2015), Al-Hikam Ibnu Athaillah (2016), Perempuan, Islam dan Negara (2016), Mencintai Tuhan Mencintai Kesetaraan (2014), Toleransi Ilsam Hidup Damai dalam Masyarakat Plural (2015), Merayakan Hari-Hari Indah Bersama Nabi Muhammad SAW (2017), Menangkal Siaran Kebencian Perpektif Islam (2017), Pendar-Pendar Kebijaksanaan (2018), dan Islam Tradisional yang Terus Bergerak (2019)
Tak hanya puluhan karya, posisi Komisioner Komnas Perempuan pernah diamanahkan dalam dua periode. Ia menceritakan ketika akan menduduki posisi itu.
Usulan Redaktur Kompas Rinu Pambudi untuk mendaftar Komnas Perempuan. Banyak kolega yang menyetujui dikarenakan agama harus terlibat dalam isu kekerasan dalam perempuan.
“Harus ada ahli agama yang terlibat didalamnya. Saya mafhum tidak semua ahli agama punya persfektif feminisme. Banyak sekali cara pandangan bias karena tidak paham pengetahuan gender,” pungkasnya.
Sepak terjang Kiai Husein dianggap oleh kerabat dekatnya, Marzuki Wahid sebagai pencapaian luar biasa. Pria asal Cirebon itu mengungkapkan Buya Husein di masa muda laiknya kiai pesantren, menjadi imam sholat terus melayani masyarakat dan menunggu pesantren.
Anehnya, menginjak usia 45 tahun mulai kenal dengan F. Masdar Masudi, Faqih, Fandi Mochtar, dan Marzuki Wahid sangat semangat.
“Justru di masa tua nya laiknya anak muda. Saat muda seperti orang tua,” ungkap Sekretaris Lakpesdam PBNU.
Istikomah Menegakkan Keadilan
Buya Husein yang banyak dikenal oleh khalayak sebagai aktivis gender mengutarakan bahwa dirinya akan istikomah melawan ketidakadilan. Musababnya perbuatan itu tidak membebaskan manusia dari cengkaraman pembodohan dan penindasan. Salah satunya, isu feminisme.
“Feminisme itu gerakan membebaskan perempuan dari kekerasan dan subordinasi guna menciptakan keadilan. Nilai didalamnya sangat islami meski datang darimana pun. (Kalau) orang mengatakan feminisme dari Barat? Esensi ucapan itu apa. Semangatnya itu membela keadilan apakah salah?, ” tegasnya.
Relasi kuasa jadi akar masalah yang mengakibatkan peradaban patriarki berkuasa diberbagai lini. Tak ada jaminan kategorisasi moral berdasarkan posisi seseorang.
“Tidak ada jaminan kategorisasi moral sesuai pangkat baik profesor, doktor, dan Kiai tak melakukan penindasan pada perempuan,” jawabnya.
Ketidakadilan dalam peradaban patriarki sering menimpa perempuan. Membela wanita yang tertindas merupakan misi profetik dan jelas landasannya.
“Orang salah persepsi tentang ini. Saya membela keadilan. Kebetulan sekarang budaya patriaki yang menindas perempuan, maka yang dibela perempuannya. Membela atas nama ketidakadilan. Nanti andai kata kekuasaan itu pada perempuan dan laki-laki dilecehkan saya akan bela laki-laki,” jelasnya.
Penerima Penghargaan dari RISSC Yordania “The 500 Most Influential Muslims in The World 2010-2016” menyerukan bahwa perempuan harus dibebaskan dari segala kungkungan yang mengatur dirinya sendirnya.
“Peran perempuan dalam perdaban patriarki selalu menjadi korban awal dalam pengaturan tubuh. Kita harus membebaskan karena memiliki kehormatan dan harus diperlakukan adil. Lembaga-lembaga pun harus memberikan pengetahuan tentang posisi perempuan,” tuturnya.
Selain tentang perempuan, ia mengutarakan kegusarannya akibat menjamurnya ujaran kebencian yang terjadi belakangan ini. Ajakannya untuk melawan ujaran kebenciaan (hate speech) dengan ujaran kebaikan (love speech).
“Relasi antara manusia negara kita hari ini dipenuhi saling permusuhan. Saling mencaci dan memfitnah bertentangan dengan etika kemanusiaan dan agama langit maupun bumi. Mereka (penyebar hate speech) menyampaikan kebodohan kita harus memberikan pencerahan dan menyalakan cahaya dengan love speech,” pungkasnya.
UIN Walisongo Beruntung
Keputusan UIN Walisongo mengangkat KH. Husein Muhammad menjadi Doktor Kehormatan bidang tafsir gender adalah keberuntungan. Hal itu disampaikan oleh Ketua Lakpesadam PBNU Rumadi Ahmad saat ditemui justisia.com di Auditorium II Kampus III UIN Walisongo, (26/03/2019) pagi.
“UIN Walisongo sangat beruntung karena mendapatkan tokoh seperti Kiai Husein. (Ia) dari sisi intelektual tidak diragukan dari,” tuturnya.
Kelebihan Buya Husein memiliki akar kekuatan tradisi keagamaan ketimbang cendikiawan Muslim yang membaca teori-teori filasfat Modern.
“Pandangannya terkait pembaharuan dan keragaman didasarkan pada tradisi keberagaman yang ia pelajari dan alami. Tidak banyak dimiliki oleh orang-orang yang tidak tumbuh dari tradisi pesantren. Tradisi kokoh, wawasan intelektual tradisional yang kuat, dan memiliki kemampuan mengekspresikan melalui tulisan berbobot akademik,” tambah Alumnus UIN Walisongo Semarang itu.
Setali tiga uang, Rektor UIN Walisongo Muhibbin mengukapkan dalam sambutannya bahwa pengangkatan KH. Husein Muhammad sebagai doktor kehormatan tidak ada kepentingan apapun selain akademik.
“Kami menghargai atas karya-karyanya dan kiprah pengabdiannya,” pungkasnya. (Rep: RS/AI/IN Red: J)