Mengenal Lebih Dekat Kopi

suasana festival "Walisongo Coffe Festival 2019" dan Talk Show "Ngopi Ala Tjah Gizi" (03/01) poto: M. Ali Masruri
justisia.com – Hari ini ada sesuatu yang beda di Gedung Sersba Guna (GSG) Kampus III UIN Walisongo, sekitar lima meter dari pintu masuk GSG, bau khas minuman yang dapat memicu serotonin dan dopamin. Apa lagi kalau bukan coffee minuman legendaris para raja dengan filosofinya yang unik. Dalam acara “Walisongo Coffee Festival 2019”, mahasiswa prodi gizi telah telah berhasil menyulap ruangan yang biasanya dipakai untuk olah raga, menjadi tempat mengenal lebih dekat tentang kopi, (03/01).
Di acara festival yang bertajuk “Ngopi Ala Tjah Gizi” ini, kita dapat berbincang-bincang langsung dengan Barista, salah satunya adalah Bayu, seorang penyaji kopi di kedai Kapital Kopi yang bertempat di perumahan BPI Ngaliyan, Semarang. Kita dapat melihat langsung bagaimana Bayu Kurinta menyeduh kopi dengan skilnya yang ia dapatkan dari perjalannya menggeluti dunia perkopian selama tiga tahun.
“Silahkan mas, mau pesen apa? Atau mau lihat-lihat saja boleh, atau tanya-tanya juga nggak apa-apa,” sambutan pria lulusan STIE Bank BPD Jateng ini kepada pengunjung stand Kapital Kopi.
Sembari menimpali pertanyaan dari pengunjung, tangan terampil Bayu mulai mengambil biji kopi, kali ini yang dibuat adalah kopi Arabica Sunda Gulali. Lalu ia menimbangnya dengan scale untuk memperoleh rasio yang pas, kemudian digiling dengan menggunakan grinder dan menyiapkan air panas yang terukur temperaturnya. Sebagai langkah terakhir ia menyeduh kopi itu dengan pour over.
“Kadar panas air itu menyesuaikan tingkat kelembutan hasil gilingan biji kopi mas, kalau tidak terlalu halus biasanya saya memakai temperatur 90C, dan kalau halus biasanya 80-85C,” timpalnya kepada kami saat menanyakan rasio panas air.
Terdapat fakta yang unik dari kopi ini, jika kopi ditambahkan gula, maka rasa akan menjadi kecut dan aneh. Pantaslah kedai Klinik Kopi Yogyakarta menuliskan kalimat yang tertulis di sebuah wadah gula kosong “Jangan Ada Gula di Antara Kita”.
“Memang, jika kopi ini ditambahkan gula, biasanya kecenderungannya jadi kecut dan rasanya jadi aneh, tak tahu, tidak enak soalnya,” jelas Barista Kapital Kopi saat ditanya perubahan rasa kopi ketika dicampur gula.
Tidak hanya dapat melihat keahlian barista dalam menyajikan kopi, di festival ini pengunjung juga dapat melihat berbagai peralatan yang biasa dipakai di kedai-kedai kopi. Seperti Server Sloki, Vietnam Drip, Milk Jug, Ketel Leher Angsa, dan yang paling tidak biasa adalah Mesin Roasting asli buatan alumni UIN Walisongo, Faisal Ausofi.
Ceritanya, Sofi, (panggilan akrab Faisal Ausofi) belajar membuat mesin roasting dari teman facebooknya dari Jerman, dan ditambah dengan membaca literatur-literatur tentang pembuatan mesin roasting.
“Saya belajar membuat mesin roasting ini dari teman facebook saya orang Jerman dan literatur-literatur lain,” ujarnya kepada peserta Talk Show.
Uniknya Sofi merupakan alumni prodi “Tasawuf dan Psikoterapi” Fakultas Usuluddin dan Humaniora namun berhasil membuat mesin yang dilengkapi dengan teknologi yang dapat disambungkan dengan laptop atau komputer untuk mengatur suhu dan timernya.
Perspektif Multi Disipliner
Sambil menyeruput kopi Robusta hangat yang dibagikan panitia, para pengunjung nampak menikmati acara Talk Show sembari mendengar paparan narasumber.
“Pada masa sekarang ini, di tengah era pos-modern, tradisi ngopi telah mengalami perubahan. Masyarakat sekarang lebih mengonsumsi kopi bukan karena sebuah kebutuhan atau kemanfaatannya, post-fungsionalisme. Akan tetapi mulai beralih kepada makna simbolis, identitas, dan citra diri seperti gaya hidup dan eksistensi diri, kemudian poto lalu diupload di instagram,” tutur Dosen Fisip, Riri Megah Safitri ketika mengawali pembicraan diskusi.
Keunikan kopi ini adalah kita dapat melakukan pendekatan dengannya secara multi disipliner pengetahuan, seperti sosiologi, psikologi, dan ilmu gizi. Dilihat dari sudut pandang psikologi, dari selera terhadap kopi, seseorang dapat diketahui karakter atau kepribadiannya.
Psikolog muda, Lucki Ade Sessiani yang turut mengisi acara mengatakan, “Seseorang dapat diketahui karakternya melalui selera kopinya, jika ia menyukai kopi hitam, maka ia orang yang simpel, dan tidak gampang bosen. Jika latte, maka ia tipe orang yang murah hati, namun cenderung lelet. Jika ice branded, maka orangnya ceria, jika kopi racikan khusus, maka ia perfeksionis, dan sensitif. Yang terakhir jika kopi instan, maka ia tipe orang yang tidak peduli pada sesuatu yang detail, akan tetapi suka menjalani hidup apa adanya,” paparnya.
Tidak hanya berhenti di psikologi, dalam hal gizi kopi juga memiliki kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
“Dalam kopi itu mengandung antioksidan, dan dua sampai lima kalori dalam secangkir kopi tanpa gula. Kopi juga dapat menurunkan berat badan, karena dapat meninggatkan laju metabolisme dan membakar kalori,” terang Ahli Gizi, Dwi Hartanti.
Sepanjang acara ini, seluruh peserta Talk Show telah diajak oleh para narasumber untuk berwisata mengenal betapa mempesona biji kopi ini dengan khasanahnya yang masih perlu untuk digali. (rep:Ruri/ed:Mufti)