Jumat malam mendesis menyayat kebuntuan
Indah kelam serasa buntu terikat sekaratnya sebuah pikiran
Hirup udara angin larut malam membumbui sesak perasaan
Aku akan memastikan bahwa memilihmu adalah sebuah kebenaran
Namun sadarlah, keyakinan jangan jadikan mainan mulailah pikirkan

Fokuslah, mulailah, ajarkanlah kebiasaan kebersamaan kita dalam darahmu
Untuk mulai mengarungi indahnya dunia yang semakin memunafikkan dirinya
Raihlah kebahagiaan, raihlah senyuman melalui perantara tangan kita
Abaikanlah kata mereka yang memanipulasi setiap kebenaran
Idaman sebuah tujuan bukanlah berdasarkan alunan mulut mereka
Diri menuju surga tidak melewati rumah mereka
Hindarilah segala yang menjadikan sumber perpisahan kita, abadilah
Aku ada di sini di setiap langkahmu

Aku tetap berdiri meskipun terpincangkan
Ku akan terus bertahan demi satu tujuan di masa kita
Uraikanlah segala sesak amarah

Sesekali lihatlah matamu dari hitamnya mataku
Amatilah, langkahmu terukir di lubuk sana
Yakinlah bahwa keabadian menanti untuk dijajaki
Andailah sayu menyapa
Nalurimu harus memastikan bahwa akulah mata air senyumanmu
Gunung lengkap dengan samudra di atas awannya, itulah kita

Ketika kegelapan memaksa dan mengundang lara
Akulah yang akan memastikan
Mentari selalu menghampirimu, mendekapmu seperti saat lampau itu
Ungkapkanlah, ceritakanlah huruf awalan puisi ini dengan baik

Penulis: Abdullah Burhan Arifin, mahasiswa prodi Hukum Ekonomi Syari’ah UIN Walisongo Semarang Semester 1
Editor: Harly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *