Biaya Living Cost KKN Reguler 73 Beratkan Mahasiswa

Semarang, Justisia.com – Pembekalan KKN Reguler ke-73 UIN Walisongo yang diadakan Senin (30/9/2019) berjalan gaduh. Hal tersebut terjadi saat Ketua Panitia KKN Reguler ke 73 2019, Rikza Chamami memberi sosialisasi sistem living cost kepada peserta KKN.

“Saya tidak sepakat karena kenapa tidak diberitahukan sejak awal, kenapa mepet-mepet baru diberitahukan,” ujar salah satu mahasiswa FSH yang namanya tidak mau disebutkan.

Mahasiswa lain juga menyesalkan keputusan LP2M selaku penyelenggara yang menerapkan sistem living cost namun tidak memberi ruang bagi mahasiswa untuk bernegosiasi dengan pemerintah desa yang akan digunakan KKN.

“LP2M seharusnya membolehkan mahasiswa bernegosiasi dengan desa,” ujar peserta KKN, LN.

Selain itu, beberapa peserta juga menunjukkan ketidaksepakatan mereka dengan sistem yang diterapkan LP2M melalui unggahan riwayat di media daring seperti WhatsApp dan Instagram.

Biaya hidup atau living cost yang wajib dibayarkan mahasiswa minimal yaitu tiga puluh ribu rupiah per anak setiap harinya. Besaran tersebut sudah harus dibayarkan secara tunai dengan kalkulasi total pembayaran selama empat puluh lima hari di awal pelaksanaan KKN, pada Selasa depan (8/10/2019) dengan jumlah Rp. 1.350.000,- tiap mahasiswa.

Namun, tidak semua kecamatan dikenai biaya living cost yang sama, Khusus untuk Kecamatan Beringin, Kabupaten Semarang dikenai tambahan Rp. 2.500,- dengan alasan kekeringan.

“Uang itu sudah termasuk makan, sewa rumah, air, dan listrik. Di Kecamatan Bringin bahkan kabarnya sedang kekurangan air sehingga masyarakat sekitar harus membeli air bersih. Bisa jadi KKN kita juga harus mengalami situasi seperti itu,” ujar alumnus Madrasah Qudsiyah saat ditanya mengenai rincian living cost.

Justisia kemudian menemui Rikza di Auditorium II Kampus 3 UIN Walisongo untuk meminta konfirmasi. Ia menyebut besaran uang tersebut sudah ditentukan dalam rapat bersama antara pihak kampus dengan Camat dan Kepala Desa, desa yang akan ditempati KKN.

Nominal yang ada, menurutnya, sebelumnya juga telah dikoordinasikan antara Persatuan Pelaksana KKN se-Jawa Tengah bersama pemerintah provinsi yang sudah disepakati seluruh Perguruan Tinggi se Jawa Tengah.

“Mekanisme penentuan living cost ini LP2M harus ijin ke kabupaten dulu. Jika disetujui baru ke kecamatan, baru nanti desa akan dikumpulkan untuk rapat menentukan biaya tersebut. Semua ditujukan untuk mahasiswa sendiri, tidak ada kaitannya dengan siapapun. Kita bekerja sesuai SOP,” tegas Rikza.

Kaitannya dengan mahasiswa yang kurang mampu secara finansial, mantan Pimred LPM Edukasi itu mengatakan semua diserahkan ke Koordinator Desa (Kordes) masing-masing untuk dibicarakan ke Dewan Pembina Lapangan (DPL) dan diteruskan ke LP2M.

Segala sesuatu terkait KKN, harus sudah clear ketika terjun KKN di desa sehingga persoalan apapun harus diselesaikan sejak di kampus. Menurutnya, keputusan tentang living cost sudah putus dengan kesepakatan di tingkat Gubernur, kabupaten, kecamatan, juga desa.

“Apalagi kondisi di Kecamatan Bringin, sekarang sedang kekurangan air. Setiap hari satu keluarga bisa membeli air sampai seratus ribu. Bagaimana kalau tiba-tiba dengan kedatangan lima belas mahasiswa ini?”

Rikza menyatakan bahwa sebagai pimpinan KKN yang baru, ia telah berusaha untuk bekerja on the track merujuk pada panduan pelaksanaan KKN Reguler. Perihal sistem living cost ini Ia menegaskan agar tidak ada negosiasi lagi dari mahasiswa kepada pemerintah desa yang akan digunakan KKN, karena hal itu menyangkut nama baik kampus.

“Tidak ada negosiasi terkait living cost, semua sudah ditentukan dengan pihak desa dan kecamatan, atau kalian mau jadi panitianya,” timpalnya.

Di samping dana living cost yang harus diiurkan peserta KKN Reguler 2019 juga akan mendapatkan dana stimulan. Tahun ini UIN Walisongo memberikan dana stimulan yang berbeda dari tahun sebelumnya. Yaitu dari sebanyak satu juta lima ratus ribu rupiah kini menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah, menyesuaikan banyaknya peserta. Dana ini selanjutnya akan diberikan di pertengahan KKN kepada Bendahara Kecamatan (Bencam) untuk disalurkan ke Bendahara Desa (Bendes).

“Setiap Bendes harus bertanggungjawab dalam mengelola uangnya. Jadi nota-nota pengeluaran harap disimpan. Karena kegiatan kita akan diawasi SPI.”

Peraturan pembayaran living cost di UIN Walisongo menurut salah satu staff LP2M, Nur Cholis, sudah diberlakukan sejak tiga tahun yang lalu.

“Sudah tiga tahun lalu,” sahut Cholis.

Sementara itu, sampai berita ini diterbitkan Ketua LP2M, Akhamd Arif Junaedi belum menyampaikan tanggapannya. (Rep:01/Ed:J)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *