Dalam ngaji filsafat yang disampaikan oleh Tedi Kholiluddin jebolan doktor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Pada 14 Oktober 2019 memiliki pembahasan yang banyak menyinggung tentang bahasa dalam pandangan logika. Ngaji yang dilakukan setiap malam Selasa ini mengkaji buku karya Prof. I.R. Poedjawijatna dengan judul Logika Filsafat Berfikir. Pembahasan yang pertama pada ngaji filsafat kali ini adalah pengertian tahu. Dalam buku Prof. Poedja, pengertian tahu adalah mengakui (rekognisi) adanya hubungan sesuatu dengan sesuatu. Sebagai contoh, kita tahu masyarakat itu terdiri dari individu-individu. Dalam hal ini, kita mengakui bahwa adanya hubungan sesuatu (masyarakat) dengan sesuatu (individu-individu). Apa yang kita ketahui akan dapat orang lain ketahui juga bila kita mengungkapkannya. Ada beberapa cara untuk mengungkapkannya yakni dengan bahasa, gerak, dan semua alat pergaulan. Tetapi yang menjadi alat pergaulan yang paling cocok digunakan adalah bahasa.

Dalam buku yang dikaji, bahasa merupakan instrumen yang pokok dalam mengungkapkan pengetahuan. Kenapa bahasa? Saat mencoba direfleksikan, wahyu sebuah agamapun dibahasakan sesuai dengan masyarakat yang dituju oleh wahyu tersebut. Misalnya al-qur’an pada mulanya, wahyu al-qur’an tidak berwujud lalu diturunkan dan dibahasakan Arab karena turun di masyarakat Arab. Bahasa dibagi menjadi 2; bahasa lisan dan bahasa tulis. Fungsi dari kedua jenis bahasa ini untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran manusia. Jadi dengan bahasa ini orang lain bisa tahu atau tidak mengenai apa yang kita ketahui. Mungkin ini sederhana, tapi kada kita sering lupa.

Penggalian makna atau pengetahuan orang lain dapat diketahui melalui intonasi. Saat berbahasa, pasti ada intonasi yang digunakan. Intonasi yang berbeda dengan kata yang sama akan menimbulkan maksud yang berbeda juga. Penggalian makna bukan hanya dengan katanya saja tapi juga didapatkan dari intonasi, gerak. Contoh, pengucapan kata “anjing”, pengucapan kata anjing dengan intonasi biasa berarti binatang. Tapi jika pengucapan kata anjing dengan intonasi yang tinggi adalah bermaksud mengumpat. Penyampaian maksud melalui kata-kata akan lebih jelas diterima jika disetai intonasi, gerak.

Jenis bahasa yang ada dalam agama dibagi menjadi, bahasa metafisika yakni bahasa yang digunakan agama untuk menerangkan hal-hal yang melampaui fisika. Seperti adanya surga neraka, alam kubur, akhirat dan lain-lain yang memiliki sifat metafisis. Lalu ada bahasa kitab suci yakni bahasa metaforis yang mengandung simbol-simbol dan pengkiasan serta apa yang dimaksudkan tidak dapat dicermati secara dari susunan kata itu. Bahasa yang selanjutnya adalah bahasa ritual, dalam bahasa ritual terbagi menjadi dua, body language, performative language.

Bahasa dalam Logika dan Sastra

Bahasa dalam prespektif logika, bahasa yang kita ungkapkan harus mencerminkan maksud yang kita tuju atau harus jelas dan tepat sekaligus harus masuk akal (biasa disebut sebagai ketepatan logis). Menurut Prof. Poedja ini kontras dengan bahasa dalam prespektif sastra dimana, bahasa yang diungkapkan serta digunakan mengacu pada aspek keindahan estetis meski tidak logis (diluar nalar). Tedi mencontohkan dengan kalimat “melangkahi bulan”. Secara logika kalimat tersebut tidak dapat diidentifikasi, karena tidak logis. Namun, secara sastra kalimat tersebut bisa dicermati dengan maksud “keindahan yang luar bisa” karena bulan merupakan lambang keindahan. Jadi apakah salah kalimat “melangkahi bulan?” bahasa tidak akan salah bila yang digunakan untuk menganalisis sesuai dengan konteks bahasa.

Teori kebenaran bahasa merupakan teori yang menjadi indikasi kebenaran dari bahasa itu sendiri. Saat ngaji filsafat 14 Oktober 2019, Teori kebenaran bahasa dibagi atas 3:

  1. Theory ideational yakni kebenaran bahasa tidak pada bahasa itu sendiri tapi terdapat pada ide, lalu diturunkan dalam bahasa. Namun, bahasa itu tidak memuat maksud sesungguhnya yang terdapat pada alam ide. Secara mudahnya, bahasa itu benar dalam kawasan ide. Hal ini karena bahasa memiliki keterbatasan. Contoh: “buku” maksud dari kata buku bukan terletak pada huruf b u k u tapi terletak pada ide yang melatari adanya kata buku yakni lembaran kertas yang berjilid.
  2. Teori referensial yakni kebenaran bahasa itu terletak pada ketepatan relasi antara proposisi dengan objek atau bahasa dianggap benar bila bahasa tersebut logis.
  3. Teori behavior merupakan kebenaran bahasa sangat ditentukan dengan pesan yang dikehendaki pembicara, serta dapat memengaruhi pendengar. Contoh: saat Ir. Soekarno melakukan pidato, seketika orang bisa terpengaruh maka, bahasa yang disampaikan oleh Ir. Soekarno adalah bahasa yang benar.

Menurut pandangan Prof. Poedja, bahasa dapat menjadi representasi bentuk berpikir (form of thinking), sekaligus menjadi alat berpikir (tools of thinking). Yang dimaksud bentuk berpikir adalah bahasa menjadi perwakilan wujud atau penggambaran dari apa yang kita pikirkan. Sedangkan maksud dari bahasa sebagai alat berfikir adalah bahasa digunaakan sebagai alat untuk membuat orang lain berfikir ulang.

Penulis: Sidik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *