Islam Kehilangan Arah Masa Depan

gambar: cbsnews

Oleh: Adetya Pramandira

Selama beberapa dekade terakhir, Islam terkungkung dalam kubangan hitam kerusakan moral dan kemerosotan citra di panggung dunia. Islam tercabik-cabik oleh umatnya sendiri yang telah berhenti berfikir kreatif. Islam sebagai agama pembebasan kini dipandang tak mampu lagi menawarkan solusi bagi persoalan-persoalan sosial kemanusiaan yang mencekik leher umat manusia. Diktum Al-Quran tentang misi kenabian yang menyiarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin telah menjadi hampa di tengah umat muslim yang rusak moralnya, keji perilakunya dan mandek akalnya. Tak bisa dihindari, kejumuddan di tengah panasnya situasi dunia Islam melahirkan golongan-golongan radikal yang ingin mengubah situasi dengan jalannya sendiri. Tak jarang jalan yang ditempuh adalah jauh berbeda dan bahkan tidak sama dengan apa yang diajarkan dalam kitab suci Al-Quran dan as-Sunnah, Membumihanguskan kemanusiaan dan dengan tega mengalirkan darah di bumi dari leher saudaranya sendiri.

Tak ubahnya di Indonesia, Akhir-akhir ini Indonesia digemparkan dengan aksi terorisme yang meneror beberapa kota di wilayah Indonesia. Tak tanggung-tanggung aksi teror ini tidak hanya dilakukan oleh satu-dua orang dalam satu tempat. Melainkan, satu keluarga melancarkan aksinya secara bersamaan, ini adalah pola baru dalam gerakan terorisme di dunia belakangan ini. Tragedi teror di Indonesia mulai ada sejak tahun 1981, bermula dari pembajakan penerbangan maskapai Garuda Indonesia dengan pesawat DC-9 Woyla oleh lima orang teroris yang menyamar sebagai penumpang, yang bersenjatakan senapan mesin dan granat. Empat tahun kemudian tepatnya pada tanggal 21 Januari 1985 barulah aksi teror menggunakan bom bermula, pengeboman terjadi di kompleks Candi Borobudur dengan motif jihad. Aksi teror menggunakan bom ini semakin marak terjadi pasca reformasi 1998. Dalam kurun waktu 20 tahun pasca reformasi tercatat 36 kasus teror menggunakan bom peledak terjadi di Indonesia, (Sumber : Wikipedia.id). Dari berbagai aksi teror bom yang dilacarkan kebanyakan adalah terjadi di kawasan rumah ibadah dan tempat-tempat sakral keagamaan. Hal ini menggambarkan betapa tingkat intolernasi di Indonesia yang begitu rendah, dikuatkan dengan bahwa motif yang digunakan adalah motif jihad membela agama.

Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian orang yang melancarkan aksi tersebut dikambinghitamkan sebagai agama yang kejam dan penuh dengan kekerasan. Islam dianggap sebagai agama yang intoleran terhadap kaum yang berbeda agama dan sumber dari segala sumber kerusuhan di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, di belahan bumi yang lain, segelintir orang tak berkemanusiaan berhasil menambah citra buruk agama Islam. Aksi teror peledakan bom di Bangladesh, Istanbul, Madinah, Jeddah dan entah kota mana lagi yang menjadi korban kebiadaban segelinitr manusia. Dilain sisi peran media masa sangat penting dalam penyebaran informasi, dengan sigap media masa menyimpulkan bahwa Islam adalah agama teror, tidak lebih dan tidak kurang.

Kelahiran Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) pada tahun 2015 silam dengan Abu Bakar al-Baghdadi yang mendeklarasikan diri sebagai Khalifah menambah panas situasi Islam yang mulai ambruk di terpa krisis moral dan lemah rasa persaudaraan. ISIS sebagai gerakan revolusioner yang membabi buta dengan sistem yang pincang justru banyak diminati oleh beberapa golongan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Sungguh ironi negeri khatulistiwa ini, ditengah kecamukknya situsai Islam yang semakin merosot, oleh sebagaian pribumi, ISIS sebagai Negara Boneka justru dianggap sebagai juru selamat yang dapat mengentasakan diri dari berbagai persoalan. Tak hanya membaitkna diri terhadap kekhalifahan Al-Baghdadi, sebagian kecil orang pribumi justru menjadi bagian dari foreighn fihters (pejuang asing) untuk tentara ISIS. Tak hanya di negara kawasan ISIS berpusat. Segelintir golongan ini juga melaksanakan aksi terornya di negeri Indonesia.

Di tengah kondisi Islam yang mulai jatuh tersungkur ini, tak juga membangunkan para penguasa yang tidur lelap dalam hembusan angin segar kekuasaan dan kekayaan. Di tengah situasi yang tengah berkecamuk, masih saja politik praktis membawa nama agama digaungkan. Para penguasa telah kehilangan marwahnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Dalam politik kekuasaan iman sering digadaikan dengan semangat kekuasaan dan meraup keuntungan tak lupa semangat kesukuan, ras dan bahkan keturunan turut meramaikan panggung perebutan kekuasaan. Kembalilah kita pada zaman sebelum lahirnya Islam.

Para pemuda generasi selanjutya pun larut dalam kemegahan duniawi dan tipu daya yang dibawa oleh barat. Acuh terhadap bangsanya dan berhasil dininabobokan oleh kemudahan-kemudahan yang ada, jarang sekali ada yang mau merenung dan mengoreksi setiap kejadian yang ada dan mengambil benang merah untuk mencari akar permasalahan yang kemudian membantu menyelesaikan persoalan. Melemahnya sikap moral dan jauhnya dari tuntunan Islam menjadikan keringnya ruh kebajikan dalam jiwa generasi penerus bangsa. sikap temparmen justru menjadi wajah bengis generasi-generasi selanjutnya.

Wajarlah bila kemudian mereka (yang tak suka dengan Islam) bertepuk tangan dan bersorak-sorai melihat Islam lari tunggang langgang kehilangan arah masa depannya dan melihat Indonesia bobrok ditangan negara boneka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *