Upaya Ulama Menjaga Kemajemukan Bangsa

Ulama bersatu dengan lapisan masyarakat lainnya tanpa melihat SARA untuk memerdekakan bangsa. (ilustrasi : beritakbar.blogspot.com

Ulama bersatu dengan lapisan masyarakat lainnya tanpa melihat SARA untuk memerdekakan bangsa. (ilustrasi : beritakbar.blogspot.com)

Oleh : ASYIROH

Pada 8 Januari 2017, Kanzus Sholawat yang dpimpin oleh Habib Luthfi Bin Yahya mengadakan acara Maulid Nabi yang dihadiri oleh para habib dalam negeri maupun luar negeri, Presiden RI Jokowi Dodo , Panglima TNI, Polri, Gubernur dan Bupati.

Dalam ceramahnya orang nomor satu di republik ini berpesan untuk menjaga kemajemukan kolektivisme.

“… Indonesia memiliki 700 lebih suku,1001 lebih bahasa lokal. Artinya ini merupakan anugrah Allah yang patut disyukuri dengan membangun persatuan dan kesatuan dari serangan yang tak dirasa yaitu sosial media, entah itu informasi benar atau bohong yang memecah belah persatuan. Inilah yang harus kita jaga.”

Inilah cermin semangat bersama untuk menjaga keutuhan NKRI. Semua duduk bersama, sejajar tanpa ada sekat sedikitpun. Saling mengingatkan, saling berpesan dan mengawal rakyat untuk tidak terbawa arus yang menyesatkan.

Indonesia merupakan negara yang dibesarkan oleh kemajemukan yang ada. Dilahirkan dari pertumpahan darah para pahlawan. Dirumuskan sebuah dasar negara yang memperkokoh kesatuan bangsa. Ditirakati oleh para ulama, kiai, dan para syuhada. Keinginan mereka Indonesia merdeka. Apakah semua perjuangan itu akan sia-sia hanya karena segelintir orang?

Negasi-negasi dari nalar ketidakmungkinan muncul sebagai bentuk aksi reatif untuk mepertegas bahwa setiap golong yang hidup di sana harus tunduk dan menghormati mayoritas.

Tugas seorang pemimpin negara memang bekerja keras mencurahkan pikirannya untuk membangun negara yang dipimpinnya lebih maju. Namun, itu hanya bersifat lahiriyah. Dimana presiden mengupayakan sebuah kesejahteraan sosial, entah itu memajukan perekonomian ataupun mencerdaskan kehidupan rakyatnya.

Padahal, banyak warga Indonesia yang secara batiniahnya mengetahui tentang ketuhanan belum tercukupi secara sempurna. Melihat bahwa memang Islam di Indonesia didapatkan secara turun temurun, bukan kesadaran dan kesungguhan untuk memasuki agama tersebut.

Maka tak mengherankan jika warga Islam di luar negeri sangatlah mengetahui apa hakikat agama Islam itu sendiri karena agama Islam didapatkannya dari sebuah kesadaran penuh dan kesungguhan sehingga terdapat sesuatu yang mendorongnya untuk semakin memperdalam agama Islam.

Disinilah peran agamawa sangatlah penting. Mereka yang bisa menghantarkan masyarakat yang haus akan hakikat hidup lebih terarah dan berkualitas. Sehingga masyarakat tidak mudah terombang ambing dengan berita bohong dan ormas yang ajarannya tidak dibenarkan dalam Islam dan menginginkan perpecah belahan terjadi.

“Seperti halnya pesan Gus Dur, Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikkannya. Itu yang harus kita wanti-wanti saat ini.”

 

Jurus Menjaga Bangsa

Pemerintah harus menjaga silaturrahmi dengan para habaib, masayikh, ulama, dan kiyai yang memiliki tujuan, visi, dan misi yang sama yaitu keutuhan NKRI. Semua disatukan, tanpa ada perselisihan diantara mereka. Pemerintah dengan tugas yang semestinya dan para habaib, masayikh, ulama, kiyai dengan tugas yang juga semestinya namun terdapat kesinambungan, komitmen yang sungguh-sungguh dengan cara yang disepakati oleh semua pihak.

Berkumpul, duduk sejajar merumuskan sebuah rumusan baru yang seefektif mungkin direalisasikan dengan tujuan terciptanya masyarakat dengan pola fikir yang berkualitas dari segi apapun. Karena para habaib dan jajarannya memiliki banyak pengetahuan agama yang kuat, doa yang istajib untuk ketentraman NKRI. Patut dihormati dan juga patut untuk dipertimbangkan arahan mereka oleh pemerintah dengan kesepakatan dari semua pihak. Maka terciptalah rahmatan lil alamin dalam negara tersebut.

Semua harus berawal dari sebuah akar. Akar yang kuat untuk menopang tubuh pohon dari segala terjangan angin, bahkan badai sekalipun. Akar disini diartikan dengan sebuah ketaatan hamba kepada khaliknya. Jika sebuah ketaatan itu tertata dengan sempurna dengan arah dan tujuan yang tidak menyeleweng maka terciptalah sebuah kualitas ketaatan yang sangat baik.

Sebuah ketaatan tersebut pasti akan terimplementasikan dalam bersikap, bertingkah laku, dan memposisikan dirinya sebaik mungkin dalam lingkungannya. Pola fikir akan tertata dengan baik, sehingga dapat menyikapi dengan benar apa yang sedang ia permasalahkan, bahkan apa yang sedang negara permasalahkan.

Di akhir dari tulisan ini, saya mengutip sebuah pesan dari Habib Muhammad Luthfi bin Yahya,Yang memperjuangkan Bangsa ini adalah para ulama, kiai dan pejuang muslim yang tak sempat dianugerahi bintang gerilya. Maka jika ada kelompok-kelompok yang hendak menggerogoti bangsa ini, mereka adalah orang-orang yang tidak tahu sejarah. Wajib hukumnya bagi kita untuk menjaga keutuhan negara ini dari rongrongan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab. (RA/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *