Pengabdian Seorang Tukang Sapu

Pak Jo mengabdikan dirinya untuk Fakultas Syariah dan Hukum

at istirahat ditengah aktifitasnya, Rabu (11/10). Foto: Dyah.doc

Pak Jo, begitu sering disapa oleh para mahasiswa. Petugas yang setiap hari membersihkan Gedung M, Saat istirahat ditengah aktifitasnya, Rabu (11/10). Foto: Dyah.doc

justisia.com-Usia bukanlah penghalang dalam bekerja. Seperti Samijo (49), pria asal Magelang ini sudah bekerja sebagai tukang sapu selama kurang lebih 14 tahun di UIN Walisongo. Samijo yang akrab dipanggil Pak Jo ini dikenal sebagai pria yang memiliki semangat bekerja melebihi karyawan lain.

Duduk bersandar di samping tembok ruang kelas M1, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Walisongo, Rabu (11/10) pagi. Pria kelahiran Magelang 19 September 1968 ini bercerita mengenai profesinya. Meskipun karyawan lain sudah pulang, tetapi Pak Jo tetap di kampus untuk memastikan tanggung jawabnya sudah benar-benar terpenuhi.

“Saya baru bisa pulang kalau lingkungan kampus sudah benar-benar bersih. Biasanya kalau sudah pukul 10.30 saya bisa pulang. Tetapi setelah Isya, saya kembali lagi untuk memastikan kalau lingkungan kampus benar-benar bersih. Beda dengan tukang sapu di jalan. Bekerja disini sangat enjoy. Tidak penuh resiko,” tutur Pak Jo kepada wartawan Justisia (11/10/2017)

Lulusan SMA Negeri Muntilan Magelang tahun 1987 ini bertempat tinggal di Tanjung Sari RT 07 RW 05 No. 30, Tambakaji, Ngaliyan, Semarang. Sebelum bekerja di UIN, Pak Jo sempat bekerja di PT. Buana Tekstil di Bekasi, Jawa Barat selama kurang lebih 3 tahun.

Berdasarkan SK(Surat Keterangan) yang dikeluarkan Universitas, jam kerja mulai pukul 06.00 hingga pukul 14.30 WIB. Tetapi kenyataanya, beliau bekerja lebih awal dari ketentuan yang berlaku, yakni pukul 05.00 hingga pukul 21.00 WIB.

Menurut Pak Jo, hampir seluruh tenaga pembersih datang lebih awal dari jam yang telah ditentukan. Karena tidak mungkin dalam satu jam dapat menyelesaikan tanggung jawab tugasnya.

“Dengan gaji pokok minimal Rp. 1.500.000, belum ditambah tunjangan, kehadiran, lemburan, itu sudah lebih dari cukup untuk kehidupan saya,” ujarnya. “Disini saya juga difasilitasi BPJS. Jadi jaminan kesehatan saya sudah ditanggung kampus,” ungkapnya.

Pak Jo berharap pimpinan harus mengetahui kondisi lingkungan di fakultas masing-masing dan juga jalan yang menuju ke kelas untuk mahasiswa seharusnya diberi paving agar kotoran tidak banyak masuk kelas. Ia juga menyarankan agar setiap kelas diberi keset agar kelas tidak kotor.

Pak Jo di mata mahasiswa

“Kerjanya bagus, orangnya baik, suka menyapa, dan ramah. Saya sendiri sering disapa oleh beliau tatkala saya pulang,” ujar Aslah Abdul (21), salah satu mahasiswa Hukum Keluarga Islam yang saat ini sedang menginjak semester 3.

Ia menyarankan agar Pak Jo diringankan dengan teknologi yang modern agar lebih efisien. Menurutnya, cara bekerja Pak Jo dengan menyapu tersebut masih konvensional. Mengingat usia Pak Jo yang sudah tua tentunya harus ditambah personil lagi agar meringankan beban Pak Jo.

Menurut Dwi Ratna Swari (18). mahasiswi semester 1 jurusan Ilmu Hukum mengatakan,”Pak Jo periang dalam bekerja, tidak mudah putus asa, dan selalu menghibur dirinya ketika bekerja.”

Dengan usia Pak Jo yang sudah tua, daripada bekerja di pabrik lebih baik menjadi tukang sapu sebagai ajang olahraga bagi beliau untuk menyehatkan badan. “Di usia yang sudah tua, Pak Jo harus tetap bersabar dan berikhtiar karena inilah pekerjaan yang terbaik untuk Pak Jo,” tambahnya. (Danny/Dyah)