Pendidikan Karakter Nirkekerasan

suber ilustrasi: mediaindonesia.com

Indonesia mengenal pendidikan sebagai sarana untuk membentuk kepribadian atau membentuk kedewasaan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menyelenggarakan pendidikan. Diantara cara yang dapat dilakukan ialah menyelenggarakan pendidikan disiplin nirkekerasan. pendidikan disiplin nirkekerasan masih menjadi hal tabu, sebab penyelenggaraan pendidikan disiplin dominan dengan kekerasan .
Menyoroti penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, pesantren merupakan salah satu penyelenggara pendidikan yang menegakkan prinsip disiplin. Kedisiplinan tersebut diartikan bahwa pesantren akan menindak tegas bagi santri yang melanggar aturan tanpa memberi belas kasihan. Namun maksud tersebut sering disalah artikan sebagai tindak kekerasan pada anak karena melanggar undang-undang perlindungan anak.
Berbeda dengan pondok pesantren yang sigap menangani murid yang kurang disiplin, sekolah berjenjang formal lebih bersikap lunak dan menggunakan prosedur tertentu dalam pembinaan kedisiplinan. Sehingga, dengan adanya sistem yang lunak tersebut berdampak pada timbulnya degradasi moral pada anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak memberikan legitimasi terhadap sistem diatas dan kian menguatkan larangan penyelenggaraan pendidikan dengan menggunakan kekerasan.
Indonesia dalam menyelenggarakan pendidikan memiliki tujuan akhir yakni menumbuhkan manusia-manusia pembangun yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Lalu bagaimana dengan pendidikan disiplin nirkekerasan sebagai wujud pendidikan karakter ? sementara, pendidikan tersebut masih disalah artikan murid sebagai bentuk pengekangan.
Menilik dari problem penyelanggaraan pendidikan Indonesia, sebenarnya penyelenggaraan pendidikan erat kaitannya dengan moral anak bangsa. Secara umum tujuan dari pendidikan ialah mengantarkan anak kepada kedewasaan. Sehingga seorang anak diharapkan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, mengenal serta berbuat menurut kesusilaan. (Ngalim, 1986:19).
Dewasa ini pendidikan disiplin nirkekerasan mendapat stigma negatif dari pemerintah dan masyarakat. Padahal apabila menilik dari praktek pendidikan disiplin nirkekerasan, para pendidik sebatas memberikan hukuman tambahan. Hukuman tambahan tersebut bersifat mendidik dan tidak bertujuan merusak mental anak.
Kaitan antara hukuman tambahan dengan pendidikan yaitu didalam pendidikan terdapat pengaruh dari orang dewasa terhadap anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya menuju kedewasaan. (Ngalim, 1986:11). Dengan kata lain orang dewasa memimpin anak dalam perkembangan mentalnya. Sehingga dalam penyelenggaraan pendidikan anak diberi kebebasan untuk aktif sendiri, mengembangkan diri serta potensinya. Hanya saja dalam keaktifan tersebut harus didampingi orang dewasa.
Kasih sayang seorang guru terhadap muridnya dapat ditunjukkan melalui penyelenggaraan pendidikan disiplin nirkekerasan. Hal tersebut dapat menjadi bantahan akan stigma negatif dari pendidikan disiplin nirkekerasan itu sendiri. UU RI No 35 tahun 2014 pasal 9 ayat (1), menyatakan bahwa: (1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat. (1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan ataupihak lain. Undang-undang tersebut dikuatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan ayat 3 yang berbunyi:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Kedua undang-undang tersebut dengan gamblang melarang kekerasan dalam penyelenggaraan pendidikan. Namun yang sangat perlu diketahui apakah teguran atau hukuman tambahan bagi anak didik yang bandel juga termasuk kekerasan dalam pendidikan?.(Salwa)
Bersambung….