Menteri Agama: Moderasi Islam Tujuan Kiblat Dunia

Menag Lukman bersama KH Zawawi Imron ngobrol bareng Pers Mahasiswa PTKI di Ngopi Nusantara. sumber foto: kemenag.go.id
Justisia.com – Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam menyelenggarakan agenda rapat koordinasi dalam bentuk media gathering pers mahasiswa bersama Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia dengan tema “Ngopi Nusantara” di Bengkel Kreatif Hello Indonesia Kota Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (9/12).
Pertemuan ini bertujuan untuk mensosialisasikan “Islam Moderasi” sebagai tujuan Pendidikan Islam Indonesia yang notabennya di bawa Menteri Agama yang mencita-citakan sebagai kiblat Islam dunia.
Acara tersebut selain dihadiri oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, juga dihadiri oleh sejumlah tokoh: Prof. Phil Komarudin Amin dan Imam Syafie (Dirjen Pendidikan Islam), dan KH. Zawawi Imron. Sekaligus para pemenang media pers kampus dan media mainstream yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, merasa berterima kasih dan bersyukur telah berkumpul bareng bersama para wartawan mainstream dan mahasiswa yang aktif di lembaga pers kampus
Lukman Hakim sapaan akrabnya, menuturkan potensi pers mahasiswa (persma) sangat strategis untuk membantu mengembangkan missi pendidikan Islam.
Dia memaparkan, meskipun istilah-istilah nama Islam berbeda mulai dari: Moderasi Islam (Menag RI), Islam Rahamatan lil Alamin, Wasathiyah (MUI), Islam Nusantra (NU), dan Islam Berkemajuan (Muhammadiyah).
Lanjutnya, dia menilai pada inti dan esensinya dari semua istilah itu adalah sama, Islam yang moderat yaitu tengah-tengah dari ekstrim kanan dan ekstrim kiri.
“Seperti apa yang ingin kita tebarkan, kami dari Menag, yang akan kita usung adalah Moderasi Islam,” papar pria kelahiran Jakarta.
setidaknya dalam tiga tahun terakhir saya dipercayai sebagai Mentri Agama.
Dia mengatakan, kita sepakat yang akan kita usung menggunakan moderasi sebagai terjemahan dari rahmatan lil alamin, wasathiyah dari MUI, Islam Nusantara dari NU, atau Islam Berkemejauan dari Muhammadiyah.
“Kesemuanya pada intinya Islam Wasathiyah yang ada di tengah-tengah. Maksudnya adalah Islam yang tidak ekstrim. Mengapa menggunakan istilah moderasi, itu artinya ya moderat, sama artinya dengan wasatiyah,” ungkap pria yang kesehariannya memakai kacamata.
Lukman Hakim menganggap bahwa Islam yang sekarang, kembali lagi ke Islam yang dulu, yaitu Islam yang menjadi dua kutub: ekstrim kanan dan ekstrim kiri.
Dia menceritakan menilik sejarah, umat Islam pernah terjadi pada dua kutub, sebagai pengikut faham ahlu hadis dan ahlu royi. Ini keduanya dinilai sama-sama ekstrim. Ekstrim kiri kelompok yang terlalu kaku dalam menerjemahkan al-Quran dan Hadis, sehingga mereka menjadi tekstualis, kaku, serta bersikap fundamental. Ini mereka yang dinamakan ahlu hadis.
“Kemudian mereka yang dinamakan ekstrim kiri pengikut ahlu rayi, yang menerjemahkan al-Quran dan Hadis dengan bebas. Sehinga tercerabut dari esensi ajaran Islam. Maka moderasi Islam tengah-tengah dari kedua kutub ini, ini yang sudah dicanangkan oleh Walisongo,” kenangnya.
Selanjutnya, Lukman menjelaskan lagi tentang Moderasi Islam, ini merupakan sebuah penggabungan dari kedua kutub eksrim tersebut. Mendialogkan antara teks dengan konteks untuk mensirnegikan, mengumpulkan, dan menghimpun. Meskipun ada istilah Islam politik, ekonomi, dan lainnya namun pada intinya Moderasi Islam. (red: Jaedin).