Aksi Mahasiswa Baru Dianggap Bukan Suara Dari Hati

Salah satu aksi yang dilakukan oleh mahasiswa baru menuntut birokrasi mengkaji ulang terhadap besaran UK T(24/08). sumber : dok.justisia
799 mahasiswa baru Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan melakukan aksi di lapangan sepak bola UIN Walisongo Semarang (24/08). sumber : dok.justisia
799 mahasiswa baru Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan melakukan aksi di lapangan sepak bola UIN Walisongo Semarang (24/08). sumber : dok.justisia

Ratusan mahasiswa baru Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) menggelar demo di lapangan sepakbola  UIN Walisongo Semarang (24/09).Aksi yang menuntut birokrasi untuk mengkaji ulang  terhadap penerapan uang kuliah tunggal (UKT) merupakan  inisiatif mahasiswa baru  FITK.

Mereka mengharapkan birokrasi dapat mempertimbangkan kembali mengenai UKT  serta dapat menurunkannya. Pasalnya UKT yang terlampau tinggi berimbas banyaknya maba yang mendapatkan nominal yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi.

“Birokrasi kami dan teman-teman sangat keberatan dengan uang kuliah yang sangat tinggi, Mengingat kami hanya anak petani yang  menanam padi di sawah,” papar Citra mahasiswa semester 1 Jurusan Pendidikan Guru Raudhatul Athfal (PGRA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dalam orasinya.

Aksi yang berlangsung di sore hari diprakarsai oleh mahasiswa baru sebagai bentuk empati antar maba. “Aksi kita sore ini sepenuhnya dari keprihatinan kita terhadap teman-teman semua, tidak ada perintah dari senior sama sekali” ucap Zainal mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

“Aksi ini sepenuhnya keinginan mahasiswa baru untuk menyampaikan aspirasi, jadi kami  cuma memfasilitasi keinginan mereka saja,” ujara  Gus Ma’ruf selaku Ketua DEMA FITK saat ditemui di lapangan sepak bola.

Menurut Abdul Fattah, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan saat ditemui oleh reporter Justisia.com saat menyaksikan orasai mahasiswa. “Aksi yang dilakukan mahasiswa  sah-sah saja sebagai salah satu wujud menyampaikan aspirasi Ini (aksi) bentuk pendidikan  kritis untuk maba mengenai permasalahan kampus. Misalnya mengkaji ulang penerapan UKT.  Asalkan dilakukan damai dan tidak anarkis,” paparnya.

Meski aksi berjalan damai. Tanggapan miring justru dilontarkan oleh Abdul Fattah, ia merasa bahwa dari aksi seperti ini menurutnya bukan sepenuhnya dari suara hati maba, melainkan ada pihak-pihak lain di belakangnya yang mengatur dengan sedemikian rupa.

“Begini saya sejak pagi mengamati bahwa apa yang disampaikan mahasiswa ada beberapa yang saya tengarai sangat tidak objektif. Pernyataan-pernyataan maba itu tertulis Tidak mungkin mereka mengerti hal tersebut secara rinci,” tukas dosen FITK. (j/MU)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *